Buscar

Jumat, 03 Februari 2012

Indonesia ke Piala Dunia 2026, Mampukah?


Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin mengatakan, Indonesia sudah harus bermain di Piala Dunia 2022 atau setidaknya paling lambat di Piala Dunia 2026. "Paling lambat 2026 kita bisa masuk Piala Dunia," kata Ketua PSSI Djohar Arifin Husin dalam seminar "Soccer Management" di Jakarta, Selasa (31/1) seperti yang diberitakan Republika.

Untuk mewujudkan target tersebut, PSSI merancang sistem pembinaan pemain usia muda. PSSI juga telah membentuk beberapa jenjang tim nasional: timnas U-16, timnas U-19, timnas U-20, timnas U-21, timnas U-23 dan timnas senior.

Melalui enam tingkat tim nasional tersebut, kemampuan dan prestasi para pemain dapat terus terpantau dan terukur.

PSSI juga menunjuk Wim Rijsbergen sebagai Direktur Teknik Tim Nasional. Mantan pelatih kepala timnas senior tersebut diberi tugas ikut menyeleksi calon pemain timnas dan memberikan masukan teknis kepada para pelatih kepala timnas.

Pengalaman dan pengetahuan Rijsbergen selama menjadi pemain tim nasional belanda di Piala Dunia 1974 dan 1974, saat menjadi instruktur di Ajax Amasterdam dan ketika ikut membawa Trinidad Tobago ke Piala Dunia 2006 dibutuhkan oleh PSSI.

Lalu PSSi juga mengangkat mantan pelatih Persema Timo Scheunemann menjadi Direktur Pembinaan Usia Dini PSSI. Timo diberikan tanggung jawan mencari, memantau, mendidik dan menyeleksi anak-anak muda di seluruh Indonesia yang akan ditempa menjadi pemain tim nasional di masa depan.

PSSI juga secara bertahap meningkatkan pengetahuan dan kualitas para pelatih sepak bola di seluruh Indonesia melalui seminar dan kursus-kursus.

Karena selama ini ribuan pelatih sepak bola di Indonesia tidak memiliki dasar pendidikan sepak bola modern yang baik. Kebanyakan dari mereka memilih profesi pelatih sepak bola berdasarkan pengalamannya saat dahulu masih merumput.

Lalu apakah sudah cukup semua upaya yang dimulai oleh PSSI tersebut?

Jika boleh jujur, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dimulai oleh PSSI jika Indonesia sungguh-sungguh mau masuk Piala Dunia.

Seperti membuat beberapa jenjang kompetisi sepak bola usia dini yang modern dan bersih, membenahi sistem pembinaan dan pembibitan pemain muda di seluruh klub di Indonesia agar sesuai dengan perkembangan sepak bola modern, menyelesaikan permusuhan kompetisi tingkat nasional (Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia).

Lalu membangun banyak lapangan sepak bola di seluruh Indonesia agar anak-anak bisa bermain bola lebih sering, merangkul pemerintah daerah dan pengusaha agar mau berkerjasama membangun sepak bola nasional yang dimulai dengan menyediakan sarana olahraga yang modern dan dapat diakses oleh banyak pihak.

Selanjutnya, memberikan beasiswa bagi atlet-atlet muda yang berprestasi. Serta memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan sistem kerja di PSSI.

Satu yang juga tak boleh dilupakan sudah saatnya PSSI membangun akademi sepak bola nasional di beberapa tempat di tanah air; harus ada di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Akademi tersebut nanti akan mendidik dan melatih anak-anak mulai dari usia 5 tahun sampai 16 tahun mengenai teknik, taktik dan pengetahuan sepak bola modern. Mereka juga akan bersekolah di sana sehingga kemampuan akademisnya juga tidak tertinggal. Persis seperti apa yang dilakukan di akademi La Masia Barcelona.

Pelatih dan staf akademi sepak bola nasional juga harus mendapat pendidikan dan kesehjateraan yang baik. Mereka harus rutin mengikuti kursus atau seminar dengan level internasional agar pengetahuan mereka terus bertambah.

Akademi sepak bola nasional tersebut juga bisa mengadopsi sistem pembinaan di negara yang sepak bolanya sudah maju; seperti Spanyol, Jerman, Belanda, Italia atau Korea Selatan.

Perlu diingat baik-baik, akademi La Masia Barcelona bisa sehebat sekarang dan bisa menghasilkan banyak pemain top seperti Lionel Messi, Xavi, Andres Iniesta atau Gerard Pique setelah melalui proses panjang selama 30 tahun!

Bahkan Belanda yang menjadi kiblat pembinaan pemain muda di Eropa belum pernah merasakan juara Piala Dunia. Belanda “hanya” menjadi finalis di edisi 1974, 1978 dan 2010. Prestasi terbaik negeri yang berada di bawah permukaan laut itu ialah juara Piala Eropa 1988.

Padahal Belanda sudah memulai melakukan pembinaan pemain muda secara sistematis sejak tahun 1960-an. Belanda juga memiliki salah satu akademi sepak bola terbaik di dunia, akademi Ajax Amsterdam yang sudah menghasilkan banyak nama pemain sepak bola terkenal. Dari masa ke masa susunan skuad timnas Oranye juga selalu ada nama-nama pemain lulusan akademi Ajax Amsterdam.

Jadi jelas sudah bahwa untuk mencapai prestasi dunia dibutuhkan profesionalisme, kedisiplinan, ketekunan, keseriusan dan kesabaran selama puluhan tahun. Sistem pembinaan yang mapan dan bisa beradaptasi dengan perkembangan sepak bola dunia juga mutlak dibutuhkan.

Kita tidak bisa lagi bermimpi juara SEA Games dengan hanya mengandalkan pelatnas selama 6-10 bulan. Kita juga tidak bisa lagi berkhayal juara Piala AFF dengan hanya mengandalkan kecepatan dan gocekan dari pemain-pemain asal Papua.

Sepak bola modern sudah sangat canggih dan kompleks, dibutuhkan sebuah sistem pembinaan, pembibitan dan kompetisi yang modern agar Indonesia minimal juara di Asia.

Jadi mampukah Indonesia bermain di Piala Dunia 2026?

0 komentar:

Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... -->
 
All About Lembaga cyber information | Copyright © 2011 Diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger