Oleh: Prof Yunahar Ilyas
Namanya Hudzaifah bin al-Yaman, terkenal dengan julukan Shahibu Sirri Rasulillah (penjaga rahasia yang dipercaya oleh Rasulullah). Orangnya sangat disiplin dan teguh memegang rahasia. Siapa pun tidak akan bisa membujuk atau memaksanya untuk membuka rahasia.
Salah satu problem besar yang dihadapi oleh umat Islam di Madinah adalah keberadaan kaum munafiqin, yang secara sengaja menyebarkan isu-isu yang tidak benar terhadap Nabi dan kaum Muslimin. Mereka suka membuat intrik-intrik dan tipu muslihat yang menyulitkan kaum Muslimin.
Rasulullah SAW tahu siapa saja mereka dan siapa tokoh-tokohnya, tetapi beliau tidak bisa mengumumkannya karena sehari-hari mereka menampilkan diri sebaimana orang-orang beriman lainnya, bahkan juga datang shalat berjamaah di masjid bersama Nabi-kecuali shalat Subuh dan Isya yang berat bagi mereka melakukannya.
Nabi memberikan daftar nama-nama kaum munafiqin kepada Hudzaifah dan memintanya untuk merahasiakannya kepada siapa pun. Hudzaifah juga ditugasi mengawasi gerak-gerik dan kegiatan mereka untuk mencegah bahaya yang mungkin akan mereka timpakan kepada kaum Muslimin. Rahasia itu dipegang sangat erat oleh Hudzaifah sampai Rasulullah SAW wafat.
Tatkala menjabat khalifah, Umar bin Khathab pernah bertanya kepada Hudzaifah apakah ada pegawainya yang munafik. Hudzaifah menjawab, ada satu orang, tapi dia tidak mau menyebutkan namanya. "Maaf wahai Amirul Mukminin, saya dilarang Rasulullah mengatakannya."
Hudzaifah bukanlah berasal dari Yaman walaupun bapaknya bernama al-Yaman. Bapaknya orang Makkah, dari Bani 'Abbas. Oleh karena suatu utang darah dari kaumnya, al-Yaman terpaksa menyingkir ke Yatsrib-yang kemudian bernama Madinah. Di Yatsrib, al-Yaman berlindung dan bersumpah setia pada Bani 'Abd Asyhal, sampai kemudian menikah dengan perempuan dari suku tersebut. Dari perkawinan itulah lahir Hudzaifah. Walaupun sering bolak-balik ke Makkah, al-Yaman lebih banyak menetap di Madinah.
Dengan latar belakang orang tua seperti itu, tatkala pertama kali bertemu dengan Nabi di Makkah-sebelum beliau hijrah-Hudzaifah menanyakan apakah dia termasuk Muhajirin atau Anshar. Nabi menjawab: "Jika engkau ingin digolongkan kepada Muhajirin, engkau memang Muhajir. Dan, jika ingin digologkan kepada Anshar, engkau memang seorang Anshar. Pilihlah mana yang engkau sukai." Sekalipun kedua-duanya disayangi oleh Rasulullah, ternyata Hudzaifah memilih digolongkan kepada Anshar.
Kedua orang tua Hudzaifah sudah masuk Islam sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Dan, Hudzaifah pun sudah masuk Islam sebelum bertemu dengan Nabi. Setelah Nabi hijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi beliau, turut bersama Nabi dalam seluruh peperangan kecuali Perang Badar. Dalam Perang Khandaq, Hudzaifah mendapatkan tugas yang sangat berat dari Nabi. Tugas yang hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang cerdas, tangggap, dan berdisiplin tinggi.
Pada malam gelap gulita, Hudzaifah ditugaskan oleh Nabi masuk ke jantung pertahanan musuh, mengintai gerak-gerik mereka. "Hai Hudzaifah," kata Nabi. "Sekali-kali jangan melakukan tindakan yang mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai, dan kembali melapor kepadaku."
Hudzaifah sukses menjalankan tugas itu. Dia bahkan bisa berada sangat dekan dengan Abu Sufyan, panglima perang musuh. Kata Hudzaifah: "Seandainya Rasulullah tidak melarangku melakukan suatu tindakan di luar perintah sebelum datang melapor kepada beliau, sungguh telah kubunuh Abu Sufyan dengan pedangku." Demikianlah sekelumit tentang Hudzaifah bin al-Yaman RA, sang penjaga rahasia.