Model seksi dengan paras ayu yang dapat anda lihat dibawah ini tampak sangat mempesona ketika mengenakan pakaian yang berwarna ungu. Sebagian besar pria meyakini bahwa seorang wanita yang mengenakan pakaian berwarna ungu dengan kontur melekat ketat membentuk lekukan tubuhnya, maka akan terlihat lebih menggairahkan dibandingkan dengan warna pakaian yang lainnya.
Sabtu, 10 Desember 2011
Berkorban Nyawa Demi Membela Kekasih
Siswa kelas satu SMAN 13 Kota Semarang, Ferdian Romi Anggara atau Angga (15), tewas dibacok perampok di dekat Mapolsek Ngaliyan, Kota Semarang. Angga dibacok karena melindungi kekasihnya, Pipit Farida (15).
Setelah membacok Angga, perampok yang terdiri atas tiga pria itu merampas ponsel kekasih Angga yakni sebuah ponsel merk Cross. Perampokan sadis ini terjadi di pinggir lapangan sepak bola Ngaliyan atau sekitar 50 meter dari markas polsek Ngaliyan, Kota Semarang. Sabtu malam saat kawasan Ngaliyan diguyur hujan, Angga dibacok di depan pacarnya, Pipit Farida (15). Angga terluka dengan 7 sabetan parang dan celurit.
Pipit Farida menjelaskan, sabtu petang, Angga menjeputnya dan mengajak malam mingguan. Pasangan ini meninggalkan rumah Pipit di Jalan Borobudur, Kelurahan Kembangarum, Semarang Barat, sekitar pukul 18.45 WIB. Jalinan asmara antara Angga dan Pipit sudah berjalan selama sekitar dua tahun. Keduanya pacaran sejak masa SMP, waktu itu mereka merupakan teman satu sekolah di SMP Nusa Bakti, Jalan Wologito Semarang Barat.
Malam itu, Pipit membonceng Angga dengan menggunakan motor Yamaha Vega milik Angga. Ketika hujan turun, sekitar pukul 19.30 WIB keduanya segera mencari tempat berteduh terdekat yakni di bawah pohon di pinggir lapangan sepak bola depan SD Ngaliyan (kampus 1, 2 dan 3).
Sekitar lima menit sejak mereka berteduh, datang 3 orang pria dengan mengendarai sepeda motor Jupiter dan satu kendaraan lagi belum diketahui secara pasti. Tanpa melepas helm, 3 orang ini mendekati Pipit dan mengeluarkan celurit. Pipit diminta menyerahkan ponselnya.
Angga segera melindungi Pipit, saat itulah para pelaku mengayunkan celuritnya berkali - kali. Setelah Angga tersungkur, kemudian pelaku membawa ponsel Pipit yang coba diamankan oleh Angga. Setelah mendapatkan ponselnya, ketiga perampok kabur.
Pipit pun berteriak minta tolong hingga seorang warga datang ke tempat kejadian. Angga yang terluka parah dibawa ke Mapolsek Ngaliyan yang berjarak hanya 50 meter dari tempat kejadian dengan dibonceng kendaraan roda dua.
Remaja warga Jalan Candisari, RT 09 / RW 04, Kelurahan Babankerep, Kecamatan Ngaliyan, itu kemudian dilarikan ke RS International Permata Medika di Jalan Moch Ichsan, Ngaliyan. Dari RS tersebut korban dirujuk ke RS Dr. Kariadi Semarang, namun setelah tujuh jam bergulat dengan maut, pada pukul 04.45 WIB akhirnya korban menghembuskan nafas terakhirnya.
Sungguh tragis, menghabisi nyawa pelajar kelas satu SMA hanya untuk merampas sebuah ponsel buatan China, Cross.
Korban menderita beberapa luka bacok dari dua jenis senjata tajam yaitu parang dan celurit, salah satu bacokan yang paling mematikan ini tepat berada di bawah ketiak sebelah kirinya dengan kedalaman luka 11 cm dan menusuk jantung sedalam 3 cm.
Bagi orang tuanya, Angga adalah anak yang baik dan rajin, Angga kerap membantu orang tuanya.
Kapolsek Ngaliyan, Kompol Slamet mengatakan, pihaknya telah mengantongi ciri - ciri pelaku. "Kami masih menyelidiki kasus ini. Pelaku sudah teridentifikasi ciri - cirinya", katanya kemarin.
Dari informasi yang dihimpun, lapangan di depan SD Ngaliyan memang sering dijadikan tempat berpacaran oleh remaja, selain kondisinya remang - remang, di tempat itu terdapat sejumlah bangku sehingga pasangan muda - mudi betah berlama - lama di pinggir lapangan tersebut.
Setelah membacok Angga, perampok yang terdiri atas tiga pria itu merampas ponsel kekasih Angga yakni sebuah ponsel merk Cross. Perampokan sadis ini terjadi di pinggir lapangan sepak bola Ngaliyan atau sekitar 50 meter dari markas polsek Ngaliyan, Kota Semarang. Sabtu malam saat kawasan Ngaliyan diguyur hujan, Angga dibacok di depan pacarnya, Pipit Farida (15). Angga terluka dengan 7 sabetan parang dan celurit.
Pipit Farida menjelaskan, sabtu petang, Angga menjeputnya dan mengajak malam mingguan. Pasangan ini meninggalkan rumah Pipit di Jalan Borobudur, Kelurahan Kembangarum, Semarang Barat, sekitar pukul 18.45 WIB. Jalinan asmara antara Angga dan Pipit sudah berjalan selama sekitar dua tahun. Keduanya pacaran sejak masa SMP, waktu itu mereka merupakan teman satu sekolah di SMP Nusa Bakti, Jalan Wologito Semarang Barat.
Malam itu, Pipit membonceng Angga dengan menggunakan motor Yamaha Vega milik Angga. Ketika hujan turun, sekitar pukul 19.30 WIB keduanya segera mencari tempat berteduh terdekat yakni di bawah pohon di pinggir lapangan sepak bola depan SD Ngaliyan (kampus 1, 2 dan 3).
Sekitar lima menit sejak mereka berteduh, datang 3 orang pria dengan mengendarai sepeda motor Jupiter dan satu kendaraan lagi belum diketahui secara pasti. Tanpa melepas helm, 3 orang ini mendekati Pipit dan mengeluarkan celurit. Pipit diminta menyerahkan ponselnya.
Angga segera melindungi Pipit, saat itulah para pelaku mengayunkan celuritnya berkali - kali. Setelah Angga tersungkur, kemudian pelaku membawa ponsel Pipit yang coba diamankan oleh Angga. Setelah mendapatkan ponselnya, ketiga perampok kabur.
Pipit pun berteriak minta tolong hingga seorang warga datang ke tempat kejadian. Angga yang terluka parah dibawa ke Mapolsek Ngaliyan yang berjarak hanya 50 meter dari tempat kejadian dengan dibonceng kendaraan roda dua.
Remaja warga Jalan Candisari, RT 09 / RW 04, Kelurahan Babankerep, Kecamatan Ngaliyan, itu kemudian dilarikan ke RS International Permata Medika di Jalan Moch Ichsan, Ngaliyan. Dari RS tersebut korban dirujuk ke RS Dr. Kariadi Semarang, namun setelah tujuh jam bergulat dengan maut, pada pukul 04.45 WIB akhirnya korban menghembuskan nafas terakhirnya.
Sungguh tragis, menghabisi nyawa pelajar kelas satu SMA hanya untuk merampas sebuah ponsel buatan China, Cross.
Korban menderita beberapa luka bacok dari dua jenis senjata tajam yaitu parang dan celurit, salah satu bacokan yang paling mematikan ini tepat berada di bawah ketiak sebelah kirinya dengan kedalaman luka 11 cm dan menusuk jantung sedalam 3 cm.
Bagi orang tuanya, Angga adalah anak yang baik dan rajin, Angga kerap membantu orang tuanya.
Kapolsek Ngaliyan, Kompol Slamet mengatakan, pihaknya telah mengantongi ciri - ciri pelaku. "Kami masih menyelidiki kasus ini. Pelaku sudah teridentifikasi ciri - cirinya", katanya kemarin.
Dari informasi yang dihimpun, lapangan di depan SD Ngaliyan memang sering dijadikan tempat berpacaran oleh remaja, selain kondisinya remang - remang, di tempat itu terdapat sejumlah bangku sehingga pasangan muda - mudi betah berlama - lama di pinggir lapangan tersebut.
Menjadi Guru Yang Sukses Berbisnis
Beragam hal mendasari seseorang untuk memulai usaha. Tak jarang, seseorang harus melawan pilihan hati. Itulah yang dialami Ning Slamet Yuwantoro, saat harus memilih keluar dari profesinya sebagai guru sejarah dan beralih menjadi pengusaha sanggar rias dan busana, Wahyu Murti, di Jalan Erowati Raya 7 Semarang.
"Sebenarnya panggilan hati saya untuk menjadi guru, tetapi saya juga menyukai dunia rias - merias, itu pilihan yang berat buat saya", ujar Ning.
Ning mulai menggeluti usaha rias pengantin tahun 1996. Saat itu, untuk setiap jasa rias pengantin yang diberikan, dia mendapat honor Rp. 350.000. "Tapi sekarang sudah lumayan, usaha saya terus berkembang, jadi bayaran sudah lumayan besar", kata ibu tiga anak dan nenek dua cucu itu.
Ning mengungkapkan, hal utama dalam mengembangkan usaha adalah memberikan pelayanan terbaik kepada klien, "Namanya juga menjual jasa, permintaan konsumen macam - macam, tapi kita harus bersabar dan melayani dengan baik", katanya.
Menurut Ning, kepuasan pelanggan dalam hal ini pengantin dan orang tua menjadi ukuran keberhasilan. Kepuasan dan pujian atas riasan yang menarik itulah, yang membuat dirinya tetap tegar dan merelakan profesinya sebagai guru.
Dia mengaku, pada bulan - bulan tertentu mendapatkan banyak klien. Terutama untuk bulan yang memiliki tanggal - tanggal unik dan bulan yang memiliki hari besar. "Saat itu, biasanya bisa lebih dari 10 pengantin. Seperti bulan November kemarin saja bisa sampai 13 pengantin," ujarnya.
Dalam setahun rata - rata mendapatkan sebanyak 100 pengantin. Tidak hanya dari Semarang saja, bahkan dari Jawa Tengah dan sekitarnya. "Promosinya untuk mendapatkan klien sebenarnya hanya menyebar pamflet saja, tapi kadang ada tamu dari klien tersebut yang suka, lalu meminta kita untuk meriasnya," kata Ning.
Untuk tarif yang dikenakan mulai dari Rp. 5 juta, sudah termasuk rias pengantin dan busana. "Untuk model rias yang paling bagus sebenarnya, Paes Ageng. Tapi mahal dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar Rp. 7 juta. Seperti riasan yang dikenakan untuk putrinya sultan, di yogyakarta," ujar Ning.
Sukses berbisnis rias pengantin, Ning kini kembali terpanggil akan profesi yang dulu sempat ditinggalkan, yaitu sebagai guru. Dia berencana membuka sekolah rias dan busana. "Selain bisa berbisnis, sekalian mengajar orang - orang yang berminat belajar dalam bidang ini," ujarnya.
Untuk itu, dirinya harus mempersiapkan dengan matang agar rencana pendirian sekolah tersebut bisa berjalan dengan lancar. "Soal ijin, sebenarnya sudah ada, tinggal nanti bagaimana pelaksanannya, karena jangan sampai ketika harus mengajar bertepatan dengan acara lainnya, jadi harus meninggalkan mereka," katanya.
"Sebenarnya panggilan hati saya untuk menjadi guru, tetapi saya juga menyukai dunia rias - merias, itu pilihan yang berat buat saya", ujar Ning.
Ning mulai menggeluti usaha rias pengantin tahun 1996. Saat itu, untuk setiap jasa rias pengantin yang diberikan, dia mendapat honor Rp. 350.000. "Tapi sekarang sudah lumayan, usaha saya terus berkembang, jadi bayaran sudah lumayan besar", kata ibu tiga anak dan nenek dua cucu itu.
Ning mengungkapkan, hal utama dalam mengembangkan usaha adalah memberikan pelayanan terbaik kepada klien, "Namanya juga menjual jasa, permintaan konsumen macam - macam, tapi kita harus bersabar dan melayani dengan baik", katanya.
Menurut Ning, kepuasan pelanggan dalam hal ini pengantin dan orang tua menjadi ukuran keberhasilan. Kepuasan dan pujian atas riasan yang menarik itulah, yang membuat dirinya tetap tegar dan merelakan profesinya sebagai guru.
Dia mengaku, pada bulan - bulan tertentu mendapatkan banyak klien. Terutama untuk bulan yang memiliki tanggal - tanggal unik dan bulan yang memiliki hari besar. "Saat itu, biasanya bisa lebih dari 10 pengantin. Seperti bulan November kemarin saja bisa sampai 13 pengantin," ujarnya.
Dalam setahun rata - rata mendapatkan sebanyak 100 pengantin. Tidak hanya dari Semarang saja, bahkan dari Jawa Tengah dan sekitarnya. "Promosinya untuk mendapatkan klien sebenarnya hanya menyebar pamflet saja, tapi kadang ada tamu dari klien tersebut yang suka, lalu meminta kita untuk meriasnya," kata Ning.
Untuk tarif yang dikenakan mulai dari Rp. 5 juta, sudah termasuk rias pengantin dan busana. "Untuk model rias yang paling bagus sebenarnya, Paes Ageng. Tapi mahal dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar Rp. 7 juta. Seperti riasan yang dikenakan untuk putrinya sultan, di yogyakarta," ujar Ning.
Sukses berbisnis rias pengantin, Ning kini kembali terpanggil akan profesi yang dulu sempat ditinggalkan, yaitu sebagai guru. Dia berencana membuka sekolah rias dan busana. "Selain bisa berbisnis, sekalian mengajar orang - orang yang berminat belajar dalam bidang ini," ujarnya.
Untuk itu, dirinya harus mempersiapkan dengan matang agar rencana pendirian sekolah tersebut bisa berjalan dengan lancar. "Soal ijin, sebenarnya sudah ada, tinggal nanti bagaimana pelaksanannya, karena jangan sampai ketika harus mengajar bertepatan dengan acara lainnya, jadi harus meninggalkan mereka," katanya.
Foto Model Majalah Panas Daniel Gamba
Danielle muncul di Playboy, FHM AS & Inggris, Maxim dan publikasi di seluruh dunia, serta melakukan aktivitas sebagai penari dalam The Nutcracker untuk Ballet Oakland. Dia juga memegang gelar sarjana dalam Desain Pakaian dari SFSU. Kredit yang lain termasuk video musik dan penampilan televisi.
Danielle Gamba akan membuat debut filmnya tahun depan di Kota, komedi epik Bahu dan Hidung. Dia akan memerankan Universitas Yale siswa perawat yang jatuh cinta dengan seorang pematung kharismatik pada tahun 1965. Film ini diproduksi oleh Sybil Danning, George Parra, dan Tommy Ardolino.
Danielle Gamba akan membuat debut filmnya tahun depan di Kota, komedi epik Bahu dan Hidung. Dia akan memerankan Universitas Yale siswa perawat yang jatuh cinta dengan seorang pematung kharismatik pada tahun 1965. Film ini diproduksi oleh Sybil Danning, George Parra, dan Tommy Ardolino.
Supermodel Miranda Kerr Dengan Lingerie Seksi
Miranda Kerr merupakan salah satu supermodel papan atas Victoria Secret. Wanita cantik bertubuh seksi ini berasal dari kampung halamannya di Sydney, Australia. Majalah forbes pernah memasukkan Miranda Kerr dalam posisi ke 10 dengan katagory supermodel berpenghasilan tertinggi di dunia. Satu hal yang mungkin tidak diduga banyak orang pada umumnya, Miranda Kerr adalah seorang penganut agama Budha.
Model Pakaian Favorit Para Artis
Para artis wanita lokal maupun selebriti papan atas dunia sangat menyukai pakaian dengan model rok mini diatas lutut. Dengan mengenakan rok mini, para artis akan merasa lebih percaya diri karena mereka dapat berekspresi sambil memamerkan keindahan pantat dan pahanya. Tidak hanya itu, artis yang mengenakan rok mini akan tampak menjadi lebih tinggi, lebih muda dan lebih menggairahkan lawan jenisnya ketika mereka menatapnya.
Body Bahenol Sunny Leone Yang Menggoda
Sunny Leone adalah seorang model yang lahir di Ontario, Kanada. Sunny Leone dibesarkan di tempat yang indah. Setiap musim salju, Sunny Leone kecil sering bermain halaman di rumahnya dan membuat manusia salju. Namun sayang sekali, terkadang nasib membawa arah kehidupan yang tak menentu, kini Sunny Leone berprofesi sebagai seorang model telanjang.
Wingko Babat Dengan Bahan Sukun
Salah satu bentuk upaya melestarikan makanan tradisional adalah dengan membuat inovasi rasa. Tanpa meninggalkan bentuk dan proses penyajian, bahan dasar yang berbeda merupakan terobosan penting terhadap kuliner tradisional.
Model seperti ini dilakukan Shandy, penemu wingko sukun. Ia telah mampu memproduksi 400 buah wingko sukun sehari. "Saya membuat ini awalnya adalah untuk menyelesaikan tugas skripsi, tapi saya kemudian mengembangkannya sebagai peluang bisnis juga," ujarnya.
Untuk memperkenalkan produk ini, dirinya menitipkan beberapa wingko sukun ke pusat oleh - oleh dan rumah makan. "Saat ini kita memang masih perlu banyak promosi, karena kita masih baru," ujar wanita yang merintis usaha sejak maret beberapa bulan lalu.
Kendati pemain baru, ia telah meregristasikan produknya ke departemen kesehatan dan sudah pula membuat kemasan wingko sukun. "Kita kemas biar menjadi lebih menarik, satu kantong berisi 10 biji, seharga Rp. 10 ribu," katanya.
Setiap hari, dia memerlukan 4 kilogram sukun dalam bentuk pasta untuk dicampurkan ke adonan. Soal bahan, tak ada yang beda dengan pembuatan wingko pada umumnya. "Sukun yang sudah dilumat menjadi pasta sebanyak 4 kilogram bisa dibuat 400 buah wingko, kemudian dicampur kelapa, gula dan lain sebagainya," kata dia.
Ada dua pilihan rasa, yaitu original dan rasa gula aren. Keduanya dibuat agar tidak monoton. "Untuk membuat rasa lain harus menggunakan percobaan, misalnya untuk menemukan wingko sukun ini harus gagal satu kali percobaan," kata warga kampung Kaliangse, RT 01 RW 04, Gajah Mungkur, Semarang ini.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah pengenalan produk dan modal. Produk yang dibuat belum banyak diketahui masyarakat. "Ini masih produk baru, jadi perlu pengenalan terlebih dulu dan mengikuti pameran - pameran industri kecil menengah menjadi salah satu cara untuk mengenalkan produk kita," ungkapnya.
Kendala selanjutnya adalah keterbatasan modal. Untuk mengenalkan produk harus meningkatkan jumlah produksi dan itu artinya biaya. "Saya rencananya pinjam dana ke bank untuk modal, tapi masih pikir - pikir dulu karena perlu melihat situasi pasar," ungkap Shandy.
Dengan jumlah produksi itu, dirinya mengaku telah kembali modal. Padahal usaha itu belum genap setahun. "Syukur, sudah kembali modalnya. Karena omzetnya juga lumayan Rp. 2 juta sampai 3 juta," ujarnya.
Model seperti ini dilakukan Shandy, penemu wingko sukun. Ia telah mampu memproduksi 400 buah wingko sukun sehari. "Saya membuat ini awalnya adalah untuk menyelesaikan tugas skripsi, tapi saya kemudian mengembangkannya sebagai peluang bisnis juga," ujarnya.
Untuk memperkenalkan produk ini, dirinya menitipkan beberapa wingko sukun ke pusat oleh - oleh dan rumah makan. "Saat ini kita memang masih perlu banyak promosi, karena kita masih baru," ujar wanita yang merintis usaha sejak maret beberapa bulan lalu.
Kendati pemain baru, ia telah meregristasikan produknya ke departemen kesehatan dan sudah pula membuat kemasan wingko sukun. "Kita kemas biar menjadi lebih menarik, satu kantong berisi 10 biji, seharga Rp. 10 ribu," katanya.
Setiap hari, dia memerlukan 4 kilogram sukun dalam bentuk pasta untuk dicampurkan ke adonan. Soal bahan, tak ada yang beda dengan pembuatan wingko pada umumnya. "Sukun yang sudah dilumat menjadi pasta sebanyak 4 kilogram bisa dibuat 400 buah wingko, kemudian dicampur kelapa, gula dan lain sebagainya," kata dia.
Ada dua pilihan rasa, yaitu original dan rasa gula aren. Keduanya dibuat agar tidak monoton. "Untuk membuat rasa lain harus menggunakan percobaan, misalnya untuk menemukan wingko sukun ini harus gagal satu kali percobaan," kata warga kampung Kaliangse, RT 01 RW 04, Gajah Mungkur, Semarang ini.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah pengenalan produk dan modal. Produk yang dibuat belum banyak diketahui masyarakat. "Ini masih produk baru, jadi perlu pengenalan terlebih dulu dan mengikuti pameran - pameran industri kecil menengah menjadi salah satu cara untuk mengenalkan produk kita," ungkapnya.
Kendala selanjutnya adalah keterbatasan modal. Untuk mengenalkan produk harus meningkatkan jumlah produksi dan itu artinya biaya. "Saya rencananya pinjam dana ke bank untuk modal, tapi masih pikir - pikir dulu karena perlu melihat situasi pasar," ungkap Shandy.
Dengan jumlah produksi itu, dirinya mengaku telah kembali modal. Padahal usaha itu belum genap setahun. "Syukur, sudah kembali modalnya. Karena omzetnya juga lumayan Rp. 2 juta sampai 3 juta," ujarnya.
Produksi Kasur Lantai Beromzet Miliaran Rupiah
Matahari belum sepenuhnya muncul dari ufuk timur. Sejumlah kendaraan bak terbuka mulai bergerak meninggalkan dusun Wanalaya, Desa Banjarkerta, Karanganyar, Purbalingga. Kendaraan bak terbuka itu mengangkut produk yang sama, yakni kasur lantai dan kasur ranjang. Dari dusun itu, ribuan kasur membanjiri pasar di jawa dan luar pulau jawa.
Sedikitnya 200 kepala keluarga atau sekitar 95% warga dusun itu menggantungkan nafkahnya dari industri kasur. Sisanya, seperti warga desa umumnya, mengais nafkah dengan bertani. Dan dalam jumlah yang tidak banyak, terdapat pula warga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil maupun perangkat desa.
Hampir di setiap sudut rumah di dusun itu, laki - laki maupun perempuan dewasa sudah piawai membuat dan sekaligus memasarkan kasur. Dari kerajinan kasur itu pula
, tingkat kesejahteraan masyarakat Wanalaya relatif mapan. Gambaran kesejahteraan masyarakat perajin kasur tampak dari rumah penduduk yang permanen. Tidak sedikit pula rumah - rumah itu yang dilengkapi garasi mobil dan antena parabola.
Denyut ekonomi kreatif warga Wanalaya dimulai pada tahun 2000. Seorang warga RT 01 / RW 04 dusun itu, Ramin Supriyadi (41)
, bisa dibilang yang pertama merintis usaha kasur tersebut. Diawali dengan berjualan korden keliling, Ramin memikul dan menawarkan dagangan ke rumah - rumah penduduk di Purbalingga, Purwokerto hingga Temanggung. Hingga pada suatu ketika, saat masuk ke sebuah supermarket di Purwokerto, ia melihat kasur lantai yang dijual Rp. 270 ribu perbuah.
"Saat itu saya mikir, saya pasti bisa bikin kasur seperti ini karena dulu saya pernah bekerja menjual kasur ranjang kelilingan di Jakarta, Akhirnya saya coba - coba bikin kasur lantai itu. Modal awal saya Rp. 250 ribu buat beli kain dan kapas. Saya bikin jadi empat kasur", tutur Ramin Supriyadi.
Dengan cara yang sama, yakni dipikul keliling rumah penduduk, Ramin menawarkan dagangan di kawasan Baturaden. Hasilnya, empat kasur buatan tangannya habis terjual dengan harga masing - masing Rp. 200 ribu. Dengan uang hasil penjualan Rp. 800 ribu itu, Ramin Supriyadi memproduksi kasur lebih banyak lagi.
Karena prospek membaik, Ramin Supriyadi nekat menjual semua perhiasan istrinya dan barang berharga lainnya hingga terkumpul modal Rp. 1,8 juta. Uang itu untuk membeli kain dan limbah kapas dari pabrik tekstil di bandung dalam jumlah besar. Dengan mempekerjakan warga sekitar, jumlah kasur lantai yang dihasilkannya pun semakin banyak dan tentu saja keuntungan yang diraup semakin besar pula.
Semakin banyaknya permintaan kasur, disikapi Ramin dengan memberdayakan masyarakat sekitarnya. Ratusan warga dusun Wanalaya pun menjadi semacam plasma industri kasur, mengambil bahan baku dan menjualnya kepada Ramin.
Proses membuat kasur lantai, kain khusus untuk membuat bahan kasur dijahit terlebih dahulu, kemudian dimasuki kapas dari limbah pabrik tekstil. Pada proses ini diperlukan teknik khusus. Bagi yang sudah mahir, dalam sehari seorang pekerja bisa membuat 12 - 15 kasur lantai, dengan ongkos Rp. 3 ribu per kasur. Karena sudah menjadi kebiasaan, kini banyak warga dusun Wanalaya yang piawai membuat kasur lantai.
"Awal 2003 saya mulai memasarkan kasur hingga ke Kalimantan Barat. Disana prospeknya juga bagus, hingga akhirnya kini usaha saya sudah melebar hingga ke seluruh Sumatera, Sulawesi, Maluku, Papua hingga ke Timor Leste. Bahkan produk saya juga sudah sampai ke Malaysia lewat orang pontianak yang mengirim kesana," ujar bapak dua anak yang mengaku hanya tamat SD ini.
Dalam setiap bulan, Ramin mengaku mampu memproduksi 15.000 kasur. Bahkan kalau pesanan atau permintaan pasar sedang ramai, bisa lebih dari itu. Untuk memproduksi kasur sebanyak itu, dalam setiap bulannya Ramin harus mengeluarkan uang mencapai Rp. 1,2 miliar. Yakni untuk membeli kapas dari limbah pabrik tekstil di Bandung seharga Rp. 800 juta, ditambah upah tenaga kerja yang jumlahnya mencapai ratusan.
Selain kasur, kini Ramin juga memproduksi bantal serta guling. Kasur lantai dijual bervariasi, antara Rp. 70 ribu hingga Rp. 150 ribu. Kasur produksinya itu diberi label Adinita yang diambil dari nama salah satu anaknya. "Omzet kasur yang saya produksi justru lebih besar di luar Jawa, terutama Kalimantan. Orang luar Jawa itu kalau kasurnya sudah kotor langsung dibuang terus beli yang baru," ujarnya.
Sedikitnya 200 kepala keluarga atau sekitar 95% warga dusun itu menggantungkan nafkahnya dari industri kasur. Sisanya, seperti warga desa umumnya, mengais nafkah dengan bertani. Dan dalam jumlah yang tidak banyak, terdapat pula warga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil maupun perangkat desa.
Hampir di setiap sudut rumah di dusun itu, laki - laki maupun perempuan dewasa sudah piawai membuat dan sekaligus memasarkan kasur. Dari kerajinan kasur itu pula
, tingkat kesejahteraan masyarakat Wanalaya relatif mapan. Gambaran kesejahteraan masyarakat perajin kasur tampak dari rumah penduduk yang permanen. Tidak sedikit pula rumah - rumah itu yang dilengkapi garasi mobil dan antena parabola.
Denyut ekonomi kreatif warga Wanalaya dimulai pada tahun 2000. Seorang warga RT 01 / RW 04 dusun itu, Ramin Supriyadi (41)
, bisa dibilang yang pertama merintis usaha kasur tersebut. Diawali dengan berjualan korden keliling, Ramin memikul dan menawarkan dagangan ke rumah - rumah penduduk di Purbalingga, Purwokerto hingga Temanggung. Hingga pada suatu ketika, saat masuk ke sebuah supermarket di Purwokerto, ia melihat kasur lantai yang dijual Rp. 270 ribu perbuah.
"Saat itu saya mikir, saya pasti bisa bikin kasur seperti ini karena dulu saya pernah bekerja menjual kasur ranjang kelilingan di Jakarta, Akhirnya saya coba - coba bikin kasur lantai itu. Modal awal saya Rp. 250 ribu buat beli kain dan kapas. Saya bikin jadi empat kasur", tutur Ramin Supriyadi.
Dengan cara yang sama, yakni dipikul keliling rumah penduduk, Ramin menawarkan dagangan di kawasan Baturaden. Hasilnya, empat kasur buatan tangannya habis terjual dengan harga masing - masing Rp. 200 ribu. Dengan uang hasil penjualan Rp. 800 ribu itu, Ramin Supriyadi memproduksi kasur lebih banyak lagi.
Karena prospek membaik, Ramin Supriyadi nekat menjual semua perhiasan istrinya dan barang berharga lainnya hingga terkumpul modal Rp. 1,8 juta. Uang itu untuk membeli kain dan limbah kapas dari pabrik tekstil di bandung dalam jumlah besar. Dengan mempekerjakan warga sekitar, jumlah kasur lantai yang dihasilkannya pun semakin banyak dan tentu saja keuntungan yang diraup semakin besar pula.
Semakin banyaknya permintaan kasur, disikapi Ramin dengan memberdayakan masyarakat sekitarnya. Ratusan warga dusun Wanalaya pun menjadi semacam plasma industri kasur, mengambil bahan baku dan menjualnya kepada Ramin.
Proses membuat kasur lantai, kain khusus untuk membuat bahan kasur dijahit terlebih dahulu, kemudian dimasuki kapas dari limbah pabrik tekstil. Pada proses ini diperlukan teknik khusus. Bagi yang sudah mahir, dalam sehari seorang pekerja bisa membuat 12 - 15 kasur lantai, dengan ongkos Rp. 3 ribu per kasur. Karena sudah menjadi kebiasaan, kini banyak warga dusun Wanalaya yang piawai membuat kasur lantai.
"Awal 2003 saya mulai memasarkan kasur hingga ke Kalimantan Barat. Disana prospeknya juga bagus, hingga akhirnya kini usaha saya sudah melebar hingga ke seluruh Sumatera, Sulawesi, Maluku, Papua hingga ke Timor Leste. Bahkan produk saya juga sudah sampai ke Malaysia lewat orang pontianak yang mengirim kesana," ujar bapak dua anak yang mengaku hanya tamat SD ini.
Dalam setiap bulan, Ramin mengaku mampu memproduksi 15.000 kasur. Bahkan kalau pesanan atau permintaan pasar sedang ramai, bisa lebih dari itu. Untuk memproduksi kasur sebanyak itu, dalam setiap bulannya Ramin harus mengeluarkan uang mencapai Rp. 1,2 miliar. Yakni untuk membeli kapas dari limbah pabrik tekstil di Bandung seharga Rp. 800 juta, ditambah upah tenaga kerja yang jumlahnya mencapai ratusan.
Selain kasur, kini Ramin juga memproduksi bantal serta guling. Kasur lantai dijual bervariasi, antara Rp. 70 ribu hingga Rp. 150 ribu. Kasur produksinya itu diberi label Adinita yang diambil dari nama salah satu anaknya. "Omzet kasur yang saya produksi justru lebih besar di luar Jawa, terutama Kalimantan. Orang luar Jawa itu kalau kasurnya sudah kotor langsung dibuang terus beli yang baru," ujarnya.
Waspada Terhadap Lagu Anak - Anak !!
merah, kuning, kelabu...merah muda dan
biru...meletus balon hijau, dorrrr!!!"
Perhatikan warna-warna kelima balon tersebut, kenapa tiba-tiba muncul warna hijau? Jadi jumlah balon sebenarnya ada 6, bukan 5!
"Aku seorang kapiten...mempunyai pedang
panjang...kalo berjalan prok...prok...
prok...aku seorang kapiten!"
Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya(inkonsistensi). Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi:
"mempunyai sepatu baja(bukan pedang panjang)
...kalo berjalan prok..prok...prok.."
Nah, itu baru klop!
jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi:
"mempunyai pedang panjang...kalo berjalan
ndul..gondal. .gandul...atau srek...srek...srek..."
Itu baru sesuai dengan kondisi pedang panjangnya.
"Bangun tidur ku terus mandi...tidak
lupa menggosok gigi...habis mandi ku
tolong ibu...membersihkan tempat tidurku..."
Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur. Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang.
"Naik-naik ke puncak gunung...tinggi...
tinggi sekali..kiri kanan kulihat saja...
banyak pohon cemara..."
Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi. Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yang tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau berbuat apa, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju-maju.
"Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa
hendak turut ke Bandung...Surabaya...bolehlah
naik dengan naik percuma..ayo kawanku
lekas naik...keretaku tak berhenti lama"
Nah, yang begini ini yang parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa maunya gratis melulu. Pantesan PT. KAI rugi terus! terutama jalur Bandung dan Surabaya!
"Di pucuk pohon cempaka...burung
kutilang berbunyi...bersiul-siul sepanjang
hari dengan tak jemu-jemu..mengangguk-angguk sambil
bernyanyi tri li li..li..li...li..li.."
Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak-anak akan realita yang sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit...cuit ! kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang (catatan: acara lagu anak-anak dengan presenter Agnes Monica waktu dia masih kecil adalah Tra la la tri li li!), bukan burung!
"Pok ame ame...belalang kupu-kupu...siang
makan nasi, kalo malam minum susu..."
Ini jelas lagu dewasa dan tidak konsumsi anak-anak. karena yang disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak kecil. Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya minum susu!
"Nina bobo nina bobo oh nina bobo...
kalau tidak bobo digigit nyamuk"
Menurut psikolog: jadi sekian tahun anak-anak Indonesia diajak tidur dengan lagu yang penuh nada mengancam.
"Bintang kecil di langit yang biru..."
Bintang khan adanya malem, lah...kalo malem bukannya langit warnanya hitam!!?
"Ibu kita Kartini...harum namanya"
Namanya Kartini apa Harum sih?!!
"Pada hari minggu..naik delman istimewa
ku duduk di muka"
Nah, gak sopan khan!
"Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam,
menanam jagung di kebun kita..."
kalo mau nanam jagung, ngapain dalam-dalam, emang mo bikin sumur!?
10 Ekspresi Monyet Yang Kocak Abis
A monkey walks into a bar and then – tee hee – hee – ha ha:
He’ll squeeze through the chimney and give me presents? Really?
This chimpanzee is aping Rodin’s sculpture “The Thinker”…
… whereas this one is trying to be the perfect monkey gargoyle:
This monkey’s motto at San Diego Zoo seems to be “watch and learn”:
If I take just one, nobody will notice…
sumber:google.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)