Beragam hal mendasari seseorang untuk memulai usaha. Tak jarang, seseorang harus melawan pilihan hati. Itulah yang dialami Ning Slamet Yuwantoro, saat harus memilih keluar dari profesinya sebagai guru sejarah dan beralih menjadi pengusaha sanggar rias dan busana, Wahyu Murti, di Jalan Erowati Raya 7 Semarang.
"Sebenarnya panggilan hati saya untuk menjadi guru, tetapi saya juga menyukai dunia rias - merias, itu pilihan yang berat buat saya", ujar Ning.
Ning mulai menggeluti usaha rias pengantin tahun 1996. Saat itu, untuk setiap jasa rias pengantin yang diberikan, dia mendapat honor Rp. 350.000. "Tapi sekarang sudah lumayan, usaha saya terus berkembang, jadi bayaran sudah lumayan besar", kata ibu tiga anak dan nenek dua cucu itu.
Ning mengungkapkan, hal utama dalam mengembangkan usaha adalah memberikan pelayanan terbaik kepada klien, "Namanya juga menjual jasa, permintaan konsumen macam - macam, tapi kita harus bersabar dan melayani dengan baik", katanya.
Menurut Ning, kepuasan pelanggan dalam hal ini pengantin dan orang tua menjadi ukuran keberhasilan. Kepuasan dan pujian atas riasan yang menarik itulah, yang membuat dirinya tetap tegar dan merelakan profesinya sebagai guru.
Dia mengaku, pada bulan - bulan tertentu mendapatkan banyak klien. Terutama untuk bulan yang memiliki tanggal - tanggal unik dan bulan yang memiliki hari besar. "Saat itu, biasanya bisa lebih dari 10 pengantin. Seperti bulan November kemarin saja bisa sampai 13 pengantin," ujarnya.
Dalam setahun rata - rata mendapatkan sebanyak 100 pengantin. Tidak hanya dari Semarang saja, bahkan dari Jawa Tengah dan sekitarnya. "Promosinya untuk mendapatkan klien sebenarnya hanya menyebar pamflet saja, tapi kadang ada tamu dari klien tersebut yang suka, lalu meminta kita untuk meriasnya," kata Ning.
Untuk tarif yang dikenakan mulai dari Rp. 5 juta, sudah termasuk rias pengantin dan busana. "Untuk model rias yang paling bagus sebenarnya, Paes Ageng. Tapi mahal dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar Rp. 7 juta. Seperti riasan yang dikenakan untuk putrinya sultan, di yogyakarta," ujar Ning.
Sukses berbisnis rias pengantin, Ning kini kembali terpanggil akan profesi yang dulu sempat ditinggalkan, yaitu sebagai guru. Dia berencana membuka sekolah rias dan busana. "Selain bisa berbisnis, sekalian mengajar orang - orang yang berminat belajar dalam bidang ini," ujarnya.
Untuk itu, dirinya harus mempersiapkan dengan matang agar rencana pendirian sekolah tersebut bisa berjalan dengan lancar. "Soal ijin, sebenarnya sudah ada, tinggal nanti bagaimana pelaksanannya, karena jangan sampai ketika harus mengajar bertepatan dengan acara lainnya, jadi harus meninggalkan mereka," katanya.
"Sebenarnya panggilan hati saya untuk menjadi guru, tetapi saya juga menyukai dunia rias - merias, itu pilihan yang berat buat saya", ujar Ning.
Ning mulai menggeluti usaha rias pengantin tahun 1996. Saat itu, untuk setiap jasa rias pengantin yang diberikan, dia mendapat honor Rp. 350.000. "Tapi sekarang sudah lumayan, usaha saya terus berkembang, jadi bayaran sudah lumayan besar", kata ibu tiga anak dan nenek dua cucu itu.
Ning mengungkapkan, hal utama dalam mengembangkan usaha adalah memberikan pelayanan terbaik kepada klien, "Namanya juga menjual jasa, permintaan konsumen macam - macam, tapi kita harus bersabar dan melayani dengan baik", katanya.
Menurut Ning, kepuasan pelanggan dalam hal ini pengantin dan orang tua menjadi ukuran keberhasilan. Kepuasan dan pujian atas riasan yang menarik itulah, yang membuat dirinya tetap tegar dan merelakan profesinya sebagai guru.
Dia mengaku, pada bulan - bulan tertentu mendapatkan banyak klien. Terutama untuk bulan yang memiliki tanggal - tanggal unik dan bulan yang memiliki hari besar. "Saat itu, biasanya bisa lebih dari 10 pengantin. Seperti bulan November kemarin saja bisa sampai 13 pengantin," ujarnya.
Dalam setahun rata - rata mendapatkan sebanyak 100 pengantin. Tidak hanya dari Semarang saja, bahkan dari Jawa Tengah dan sekitarnya. "Promosinya untuk mendapatkan klien sebenarnya hanya menyebar pamflet saja, tapi kadang ada tamu dari klien tersebut yang suka, lalu meminta kita untuk meriasnya," kata Ning.
Untuk tarif yang dikenakan mulai dari Rp. 5 juta, sudah termasuk rias pengantin dan busana. "Untuk model rias yang paling bagus sebenarnya, Paes Ageng. Tapi mahal dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar Rp. 7 juta. Seperti riasan yang dikenakan untuk putrinya sultan, di yogyakarta," ujar Ning.
Sukses berbisnis rias pengantin, Ning kini kembali terpanggil akan profesi yang dulu sempat ditinggalkan, yaitu sebagai guru. Dia berencana membuka sekolah rias dan busana. "Selain bisa berbisnis, sekalian mengajar orang - orang yang berminat belajar dalam bidang ini," ujarnya.
Untuk itu, dirinya harus mempersiapkan dengan matang agar rencana pendirian sekolah tersebut bisa berjalan dengan lancar. "Soal ijin, sebenarnya sudah ada, tinggal nanti bagaimana pelaksanannya, karena jangan sampai ketika harus mengajar bertepatan dengan acara lainnya, jadi harus meninggalkan mereka," katanya.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini