Oleh: AnneAhira.com Content Team
Patut kita telaah kembali apa yang disebut korupsi dan faktor penyebab korupsi itu sendiri. Secara umum, korupsi adalah setiap penyalahgunaan, artinya baik dalam bentuk jabatan, uang, waktu dan lain-lain jika disalahgunakan oleh seseorang yang diberi wewenang memegang amanah ternyata ia justru menyalahgunakan demi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, atau kelompoknya.
Jika korupsi diartikan secara umum setiap penyalahgunaan, maka secara praktis, seorang guru atau dosen yang mengajar kurang dari waktu yang telah ditetapkan, maka korupsi waktu artinya. Seorang manager keuangan menggunakan sejumlah uang perusahaan untukkepentingan pribadi, maka korupsi uang namanya, atau seorang manajer SDM tiba-tiba saja memasukan seseorang perusahaan karena yang dimaksud adalah saudaranya maka korupsi jabatan artinya.
Begitulah korupsi, begitu mudah dilakukan bahkan kerapkali pelakunya tak merasa telah korupsi, bisa karena memang tak tahu, atau bisa juga karena korupsi telah membudaya di lingkungannya. Lantas yang jadi pertanyaan adalah apa faktor penyebab korupsi yang kian mengkhawatirkan ini?
Warisan Turun Temurun
Budaya tak selamamnya baik. Ada kalanya budaya justru menjadi “rantai setan” yang membelit dan sulit lepas dari korbannya. Budaya diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui pembelajaran langsung maupun tidak langsung.
Dalam sebuah kantor misalnya, jika karyawan seniornya sering datang terlambat atau pulang lebih cepat dari yang telah ditetapkan perusahaan, maka secara langsung atau tidak langsung telah mentransfer budaya korupsi waktu kepada karyawan juniornya.
Jika hal ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya teguran dari atasan sekaligus memberikan contoh yang baik dengan ontime (tepat waktu) bekerja, maka lambat laun akan menjadi budaya perusahaan yang offtime (terlambat).
Berangkat dari fenomena korupsi yang telah lama sekali membelit bangsa yang kita cintai, kiranya warisan budaya tersebut harus diakhiri dengan pendidikan, sebab pendidikan adalah pondasi yang akan membangun karakter generasi bangsa yang akan melanjutkan generasi sebelumnya.
Faktanya masih bisa dihitung dengan jari, universitas yang telah memasukan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum pendidikannya, masih minim kesadaran dan implementasi untuk mengikis budaya korupsi melalui pendidikan. Padahal, melalui pendidikanlah faktor penyebab korupsi setahap demi setahap dikikis.
Pendidikan akan efektif manakala ditanamkan sedini mungkin, meskipun bukan berarti terlambat jika mulai diterapkan bagi seseorang yang telah lama mengenyam pendidikan. Bukanlah ide yang buruk jika pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak Sekolah Dasar.
Bahkan, kalau perlu dimasukan kepada kurikulum pendidikan. Sebab Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang digalakan sejak sepuluh tahun silam tanpa diimbagi oleh pendidikan dasar anti korupsi bisa jadi memicu faktor penyebab korupsi. Mengapa? Karena orientasinya hanya kepada hasil akhir, bagaimana seorang siswa bisa mencapai kesuksesan akademik tanpa ditopang bagaimana proses siswa tersebut meraih kesuksesan akademik secara halal.
Kalaupun pendidikan anti korupsi belum menjadi kurikulum di Sekolah Dasar, padahal kekinian penting artinya, maka sebagai orangtua atau masyarakat umum bisa melakukan beberapa hal berikut ini.
- Mengenalkan kepada anak sedini mungkin apa itu korupsi dan bagaimana seseorang dapat dikategorikan korupsi.
- Menanamkan perilaku jujur kepada anak-anak atau kepada generasi muda.
- Mendorong pemerintah atau lembaga pendidikan untuk memasukkan pendidikan anti korupsi mulai pendidikan dasar.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini