Meskipun sejak tahun 674 M, di Pantai Barat Sumatera sudah ada koloni-koloni saudagar yang berasal dari negeri Arab, meningkatnya keramaian perdagangan di pelabuhan-pelabuhan pesisir pantai Sumatera dan Jawa terjadi pada kurun abad ke-13 dan 14. Sejalan dengan itu, abad ke-13 dalam sejarah Islam di Indonesia merupakan gelombang kedua dari dakwah Islam yang telah pelopori sebelumnya pada pada abad ke-7 atau masa Khalifah Rasyidiyah.
Kebangkrutan Majapahit
Episode sejarah tanah Jawa mulai kurun awal masehi sampai abad ke-15 adalah episode tumbuh dan jatuhnya kekuasaan kerajaan-kerajaan yang didominasi oleh keyakinan hindis dan budhis. Ideologisasi jawanisme ditandai dengan munculnya tokoh penuh ambisi politik dan kekuasaan yang bernama Ken Arok. Dia dari seorang biasa menjadi raja yang menguasai Singosari-Kediri. Ambisi Ken Arok yang menghalalkan segala cara untuk menduduki singgasana kerajaan melahirkan “karma” Mpu Gandring bahwa keserakahan kekuasaan akan membawa pada kebangkrutan dan kehancuran. Pada kenyataannya kejayaan Singosari tergantikan oleh kekuasaan Majapahit yang dirintis oleh Raden Wijaya mantan Senapati Singosari. Singosari Sirna Ing Bumi.
Dominasi tanah Jawa dilanjutkan oleh dinasti Raden Wijaya dalam kekuasan kerajaan Majapahit, dominasi Majapahit di tanah Jawa dimulai pada masa Tribuanatungga Dewi (1328- 1350) dan puncak kemegahan kerajaan Majapahit tercapai pada zaman kekuasaan prabu Hayam Wuruk (1350 – 1389). Dibawah pimpinan patih amangku bumi Gajah Mada sejak pemerintahan Tribuana, tahun 1336 timbul gagasan untuk memperluas wilayah Nusantara di bawah kepemimpinan Majapahit. Patih Gajah Mada mengumumkan program politiknya yang dikenal dengan sebutan “Sumpah Nusantara” atau “ Sumpah Palapa”. Diantara sumpahnya berbunyi : “Lamun huwus kalah nusantara, insun amukti palapa” artinya “ kalau nusantara telah tunduk, saya baru akan istirahat”. Pada tahun 1339, Adityawarman ditugaskan oleh Majapahit untuk memimpin pasukan melakukan ekspansi ke Sumatera. Tentara Majapahit berhasil merebut kesultanan Kuntu/Kampar, kerajaan Haru, kerajaan Batak/Karo, kesultanan Aru/Baruman (semua di wilayah Jambi, Palembang, Toba, Kampar dll di Sumatera), tetapi ekspedisi Majapahit dipimpin Gajah Mada untuk melakukan penyerbuan ke wilayah Sumatera Utara yang saat itu telah berdiri Negara Islam Samudera Pasai ternyata gagal. Selanjutnya tidak banyak cerita apakah ekspansi juga di lakukan ke wilayah lain di Nusantara seperti Kalimantan dan Sulawesi. Artinya Majapahit sebenarnya tidak pernah menguasai seluruh Nusantara.
Setelah patih Gajah Mada meninggal tahun 1364, sejarah Majapahit mulai suram, kebesarannya mulai pudar. Realisasi gagasan Nusantara yang dilakukan dengan susah payah dan berkat jerih payah Gajah Mada yang memberikan kegemilangan kepada Majapahit mulai layu. Prabu Hayam Wuruk dan para patihnya tidak mampu membina keagungan Majapahit. Lambat-laun kesatuan Nusantara itu pecah berantakan, akibat perebutan kekuasaan antara para ahli waris kerajaan dan perongrongan dari luar.
Awal tahun 1400-an terjadi perang antara Majapahit dengan Blambangan hampir dua tahun terus menerus, perang ini disebut dengan perang Paregreg. Perang perebutan hak kekuasaan antara putra mahkota dengan putra dari selir yang menyebabkan disintegrasinya Negara Kasatuan Republik Majapahit buatan Perdana Menteri Gajah Mada.
Kebangkrutan yang berakhir dengan keruntuhan Majapahit bukan saja dalam persoalan politik kekuasaan, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Situasi sosio politik tanah Jawa yang didominasi Kerajaan Majapahit telah mengalami kemunduran yang sangat drastis, diantaranya disebabkan :
Pertama, sejak terjadinya perang paregreg, keberadaan Majapahit sebagai negara maritim mengalami kemunduran, armada Majapahit tidak lagi efektif untuk di gerakan ke wilayah-wilayah di luar pulau Jawa.
Kedua, kekuasaan Majapahit sudah kehilangan pengaruh di luar Jawa. Ini terbukti dengan terbaginya inti kekuasaan menjadi sembilan wilayah protorat dengan pusat kerajaan di Trowulan. Sembilan wilayah kekuasaan Majapahit itu adalah Kahuripan, Daha, Wengker, Lasem, Matahun, Pajang, Pamanahan, Wirabhumi dan Trowulan.
Ketiga, tumbuhnya kekuatan baru dari para pedagang muslim yang menggantikan kedudukan para pedagang non-muslim. Para pedagang muslim ini memberikan kontribusi bagi terbentuknya komunitas muslim yang kondusif di wilayah-wilayah seperti Gresik, Demak, Jepara, Tuban yang dikembangkan oleh para wali.
Keempat, Falsafah Linggaisme sebagai hasil Singkretis agama Syiwa-Budha yang terpengaruh oleh ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sachta berkembang luas di kawasan pedalaman, telah merusak pranata sosial. Gambaran Ajaran Yoga-Tantra yaitu Ma-lima, ia harus memakan lauk pauk dari daging (Mamsha) dan ikan (Matsya), sesudah itu minum-minuman keras (Madya) sampai mabuk, dalam keadaan mabuk itulah orang harus bersetubuh (Maithuna), setelah nafsunya terlampiaskan, seterusnya kemudian ia melakukan semedi (mudra). Para penganut Yoga-Tantra meyakini dengan cara demikianlah mereka akan memperoleh kesaktian-kesaktian.
Maulana Magribi Da’i Pelopor di Tanah Jawa
Pada batu nisan dari makam Maulana Malik Ibrahim terdapat inskripsi sebagai berikut : “ Inilah makam Almarhum Al-Maghfur yang mengharap rahmat Allah, kebanggaan pangeran-pangeran, sendi sultan dan menteri-menteri, penolong para fakir dan miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol agama dan negara, Malik Ibrahim yang terkenal dengan nama Kaki Bantal, Allah meliputinya dengan rahmat dan keridhaan-Nya, dan dimasukan ke dalam Syurga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 822 H” (Sajed Alwi, 1957). Inskripsi ini memberikan tanda terhadap kiprah Sunan Maulana Malik Ibrahim sebagai Utusan Allah di Tanah Jawa yang menghantarkan kepada terbentuknya Kerajaan Islam Tanah Jawa yang beribukota di Demak sebagai Madinah-Jawa.
Dikalangan Wali Sanga, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali paling populer dan senior, alias wali pertama. Ada sejumlah versi tentang asal-usul Syekh Magribi, sebutan lain dari Sunan Gresik itu. Ada yang mengatakan ia berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat. Sumber lain menyebutkan ia lahir di Campa (Kamboja). Maulana Malik Ibrahim bisa disebut sebagai bapaknya para Wali.
Wali Sanga berarti sembilan orang wali. Nama suatu Dewan Dakwah yang selanjutnya merupakan Majelis Syuro di Kesultanan Demak pada abad ke-15 sampai 16 M. Sebenarnya jumlah para wali bukan sembilan, tetapi jika ada anggota yang meninggal dunia, maka diganti dengan wali yang baru. Angka sanga atau sembilan bagi orang Jawa, adalah angka yang dianggap paling tinggi. Majelis Syuro itu dibuat sembilan, angka yang ganjil diduga dengan maksud apabila ada voting dalam menentukan suatu fatwa tidak terjadi kesamaan suara, sehingga keputusan syuro mudah diambil.
Diantara Wali Sanga yang terkenal di kalangan masyarakat sampai sekarang adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterikatan yang erat baik dalam ikatan darah nasab terutama ikatan aqidah dengan hubungan guru – murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga adalah sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para sunan lain kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di Pantai Utara Jawa dai awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting poros Jawa yakni Surabaya – Gresik – Lamongan di Jawa Timur, Demak – Muria – Kudus – di Jawa Tengah, serta Cirebon – Banten di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai peradaban baru : mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan dan yang paling pokok memberikan tonggak pada sistem pemerintahan Islam yang menggantikan sistem pemerintahan hindis dan budhis.
Era Wali Sanga adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan Kebudayaan Islam. Wali Sanga adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Orientasi perjuangan Wali Sanga adalah Idharul Islam yang melahirkan tatanan sosial politik baru yaitu tatanan sosial politik Islam dengan berdirinya Kerajaan Islam di Tanah Jawa.
Sebelum datangnya Maulana Malik Ibrahim di Gresik, di Tanah Jawa sudah banyak perkampungan Islam, terutama di daerah Leran. Akan tetapi belum berkembang secara besar-besaran. Baru sejak kedatangan Maulana Malik Ibrahim, Islam di Gresik khususnya tumbuh berkembang bagaikan cendawan di musim hujan. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik sejak 1401 M (ada yang menyebutkan 1404 M), di Gresik, Maulana Malik Ibrahim merasa perlu membuat bangunan tempat menimba Ilmu bersama. Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama pesantren.
Dalam mendakwahkan Islam, Syekh Maulana Magribi berdakwah dengan cara diplomasi yang ulung yang bisa diterima oleh akal pikiran masyarakat. Dalam mengajarkan ilmu Syekh Maulana Magribi memiliki kebiasaan yang khas yaitu meletakan Al-Qur’an atau kitab Hadist di atas bantal, karena itu ia kemudian dijuluki “Kakek Bantal”. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 M.
Sunan Ampel Pengkader Para Pejuang
Dewan Wali Sanga berikutnya adalah Sunan Ampel. Lahir pada tahun 1401 M, nama kecilnya adalah Raden Rahmat, beliau adalah putera dari Syekh Maulana Malik Ibrahim bapak para wali tanah Jawa dari ibu seorang puteri Raja Campa (Kamboja). Raden Rahmat melanjutkan perjuangan bapaknya dalam menegakan Islam di Tanah Jawa.
Raden Rahmat seusia muda sebelum 20 tahun tinggal dengan Ibunya di Campa (Kamboja). Kedatangan Raden Rahmat ke Jawa, sebelumnya singgah dulu di Palembang selama 2 bulan saat Raden Rahmat berusia 20 tahun dan berhasil mengislamkan Arya Damar Raja di Palembang. Kemudian melanjutkan pelayaran ke Majapahit dengan singgah di Gresik sekitar tahun 1421/1422 M (jadi setelah Bapaknya Maulana Malik Ibrahim wafat) mengunjungi Syekh Jumadil Kubra.
Raden Rahmat menetap di Ampel Denta (Surabaya), menurut penuturan Babad Gresik, Raden Rahmat berhasil menjadikan daerah Ampel Denta yang semula berair dan berlumpur menjadi daerah yang makmur. Di sini beliau mendirikan pesantren, sehingga Ampel menjadi pusat dakwah Islam, sehingga Raden Rahmat digelari Sunan Ampel.
Intensitas perjuangan penegakan Islam di tanah Jawa lebih akseleratif dan terorganisir dimulai sejak kepemimpinan Sunan Ampel yaitu dengan merintis tanah Ampel Denta sebagai basis dakwah sekitar tahun 1422 M, sampai kejatuhan Kerajaan Majapahit tahun 1478 M atau sekitar 56 tahun.
Kita kadang membayangkan Sunan Ampel atau para Walisanga lainnya adalah orang yang sudah tua renta yang memiliki kesaktian yang madraguna, tetapi kalau kita telusuri secara waktu meskipun banyak perdebatan dan ketidakpastian penulisan sejarah berkenaan dengan waktu dan usia, tapi bisa dipastikan bahwa Sunan Ampel berkiprah bagi perjuangan penegakan Islam adalah seorang tokoh muda yang berprestasi. Hitungannya pendirian pesantren Ampel Denta yang didirikan setelah menikah dengan putri Tumenggung Wilwatikta pada usia sekitar 25 Tahun, ini berarti Sunan Ampel adalah da’i muda belia yang menjadi pelopor dakwah tanah Jawa.
Pesantren Ampel Denta oleh Sunan Ampel dan didaerah Giri oleh Sunan Giri adalah dua institusi pendidikan tempat pengkaderan pejuang-pejuang Islam paling penting di masa itu. Pesantren Ampel Denta Surabaya melahirkan kader Sunan Ampel diantaranya : Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga (Menantu), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifudin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishaq (Blambangan), Dari Giri Akselerasi dakwah Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara diantaranya Sulawesi, Maluku, Ternate, Tidore.
Melalui pesantren yang terus di bina sungguh-sungguh, Sunan Ampel berhasil menelurkan orang-orang yang ahli agama dan menguasai ajaran Islam serta mempunyai dedikasi yang tinggi dalam mengamalkan dan memperjuangkan Islam.
Ada aspek strategis Ampel sebagai pusat dakwah Islam yang dikomandani oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), sebab Ampel (Surabaya saat itu) merupakan pintu gerbang utama kerajaan Majapahit. Dengan adanya pusat dakwah di Ampel sebagai pintu gerbang Majapahit, maka pengaruh dakwah Islam yang sebelumnya berasal dari Gresik (yang dirintis oleh Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim bapak-nya Sunan Ampel) menjadi lebih gencar dan menusuk jantung Ibukota Majapahit.
Perkembangan Ampel Denta sebagai suatu komunitas di Surabaya yang dihuni oleh Umat Islam pada giliranya menjadi sentra pengkaderan Islam yang paling berpengaruh di Jawa pada pertengahan abad ke-15.
Sunan Ampel telah menjadikan pusat Majapahit sebagai sasaran dakwah utama (wilayah basis target dakwah). Langkah yang ditempuhnya adalah dengan membagi wilayah inti Majapahit sesuai hirarki pembagian wilayah negara bagian saat itu kedalam beberapa wilayah yang masing-masing wilayah di koordinir oleh para kader Ampel Denta dan sahabat Sunan Ampel, diantaranya ;
1. Raden Ali Murtadho saudara tua Sunan Ampel, diberi gelar Raden Santri ditetapkan menjalankan tugas untuk memperkuat basis pertahanan Islam di daerah Gresik.
2. Raden Burereh (Abu Hurairah) ditempatkan di Majagung dengan gelar Pangeran Majagung.
3. Maulana Ishak ditempatkan di Blambangan dengan gelar Syekh Maulana Ishak.
4. Maulana Abdullah dikirim ke daerah Pajang dengan gelar Syekh Suta Maharaja.
5. Usman Haji ditentukan memasuki kerajaraan Matahun dan bertempat di Ngudung dengan gelar Pangeran Ngudung.
6. Kafilah Husen ditempatkan di Madura dan bergelar Kafilah Husen.
7. Kiyai Bah Tong (Kakek Raden Fatah) ditempatkan di wilayah Lasem dengan gelar Syekh Bentong.
8. Raden Rahmat atau Sunan Ampel sendiri mengembangkan dakwahnya di wilayah penting ibukota kerajaan di Trowulan, serta pelabuhan-pelabuhan penting Majapahit yaitu Surabaya, Canggu dan Jedong.
Program selanjutnya adalah pengiriman kader-kader dakwah ke berbagai negara bawahan Majapahit untuk gelombang ke dua dengan wilayah target dakwah sudah lebih ke arah pedalaman Jawa. Kader-kader Ampel Denta Angkatan kedua yang mayoritas dari kalangan muda, kader dakwah tersebut diantaranya :
1. Raden Hamzah (Putra Sunan Ampel yang menurut cerita tradisi Syekh Kambilah) ditempatkan di Tumapel dengan gelar Pangeran Tumapel.
2. Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) di tempatkan di Daha dengan gelar Pangeran Anyakrawati.
3. Raden Mahmud (dalam cerita Babad disebut Syekh Mahmud) ditempatkan di sepanjang Kahuripan dengan gelar Pangeran Kahuripan.
4. Syekh Maulana Ishak ditempatkan di Pasuruan dan mengawini Rarasatari, putri Bupati Pasuruan yang tak lama kemudian pindah ke Pandan Arang.
5. Raden Husin (Anak Arya Damar) ditempatkan di Ibukota Majapahit.
6. Usman Haji ditempatkan di Ngudung-Matahun dengan gelar Pangeran Ngudung.
7. Syekh Suta Maharaja tetap ditempatkan di Pajang.
8. Raden Hasan (Raden Fatah) ditempatkan di Glagah Wangi Bintara, yang termasuk wilayah Lasem, untuk menggantikan kakeknya Syekh Bentong dan mendapat gelar Pangeran Bintara. Raden Hasan juga melakukan koordinasi dan memperkuat dakwah Islam di kawasan Surabaya, Canggu dan Jedong.
Berbagai halangan, rintangan dan pengalaman pahit terjadi dalam upaya dakwah di negara-negara bagian Majapahit, tetapi Sunan Ampel mampu mengkoordinasikan dengan baik dalam wadah Dewan Walisanga (Dewan Dakwah Sembilan Penjuru[1]) dan melakukan pendekatan-pendekatan dakwah yang dinamis dan fleksible.
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1478 M dengan memberikan karya besar yaitu :
1. Lahirnya basis-basis personal yang tauhidi dan bermental jihadi menjadi roh bagi perjuangan penegakan Islam menyongsong futuh Islam di Tanah Jawa.
2. Ampel Denta (Surabaya) menjadi pusat dakwah Islam di Tanah Jawa yang selanjutnya terjadi penyebaran hampir di seluruh wilayah negara bagian Majapahit.
3. Para Kader Dakwah Ampel Denta menjadi pelopor perjuangan futuh Islam di Tanah Jawa dengan menjadi koordinator-koordinator dakwah di sembilan wilayah inti kekuasaan Majapahit yaitu Trowulan (Ibu Kota Majapahit), Kahuripan, Daha, Wengker, Matahun, Pajang, Pamanahan, Wirabumi, dan Lasem. Lasem tepatnya wilayah Bintara yang dikoordinir oleh Raden Fatah alias Pangeran Bintara selanjutnya menjadi pusat penyerangan Negara Islam Demak terhadap Majapahit.
4. Sunan Ampel meninggal dunia 1478 M (tahun yang sama runtuhnya Majapahit) setelah menghantarkan berdirinya Negara Islam Demak dengan meruntuhkan kerajaan Majapahit.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini