Waktu menunjukkan pukul 23.00. Sudah satu minggu ini senter di tangan Nasim (49) menyala redup. Dia pun mengganti empat buah batu baterai senternya di pos penjagaan Stasiun Bekasi.
Beres mengganti baterai, pria bertubuh kurus ini bergegas memasukkan perlengkapannya ke dalam tas cangklong. Kertas untuk laporan, pulpen, kunci inggris dan jas hujan dimasukkan ke dalam tas berwarna coklat yang sudah lusuh.
’’Badan saya lagi kurang sehat, jadi bawa kuncinya satu saja. Kalau dibawa semuanya berat,” tuturnya membuka percakapan kepada Radar Bekasi, Kamis malam kemarin. Bila peralatan kuncinya dibawa semua, kata Nasim, beratnya hampir 10 kg.
Tepat pukul 23.16, pria yang menetap di Kampung Rawabambu RT 01/06 Kelurahan Kranji Bekasi Barat ini memulai perjalanan dari Stasiun Bekasi. Bukan dengan menumpang kereta, melainkan berjalan kaki menyusuri bentangan rel menuju Stasiun Cakung, Jakarta Timur.
Langkahnya perlahan tapi pasti. Di tengah perjalanan, Nasim sesekali berhenti mengamati kondisi rel yang dilewatinya. Aktivitas itu dia lakukan lantaran tuntutan pekerjaan sebagai Juru Penilik Jalan (JPJ) rel kereta api Stasiun Bekasi.
Meski malam itu kondisi badannya tidak begitu sehat, pria yang telah bekerja di Stasiun Bekasi sejak tahun 1985 ini tidak mengeluh. Menggunakan senter sebagai alat bantu penerangan, ayah tiga ini terus melangkahkan kakinya di antara tajamnya batu di lintasan rel kereta.
Pria yang hanya menamatkan pendidikannya sampai sekolah dasar (SD) ini terus mengamati setiap baut rel. ’’Mata saya sudah kurang jelas. Sepertinya min mata saya nambah,” tutur Nasim sembari matanya menatap tajam ke setiap baut yang ada di rel kereta.
Jika menemukan ketidakberesan, Nasim harus segera menanganinya. Misalnya, ada penambat rel (pen roll) yang kendor atau hilang, besi rel yang aus atau putus, serta bantalan yang rusak. Penambat kendor cukup dikencangkan.
Lebih dari itu harus segera mengambil tindakan. Langkah pertama adalah memasang bendera warna merah sekitar 500 meter dari titik rel yang rusak. Itu sebagai tanda peringatan bagi masinis untuk menghentikan kereta yang dikemudikannya. Kalau kerusakan tidak terlampau parah, dia cuma memandu kereta yang lewat dengan mengibarkan bendera berwarna hijau. Maksudnya agar masinis menjalankan keretanya pelan-pelan.
Dalam bekerjanya, Nasim tidak dilengkapi dengan sarana komunikasi yang memadai, sehingga kalau ada temuan kerusakan harus sampai di stasiun dulu untuk melaporkan kerusakan rel yang ditemuinya.
Sembari berjalan menyusuri bentangan rel kereta menuju stasiun cakung, kepada Radar bekasi Nasim menceritakan suka dukanya menjadi seorang juru penilik jalan rel kereta. Sejak tahun 1990, Nasim mengaku mulai menjalani pekerjaan sebagai JPJ. ’’Awalnya saya di Stasiun Bekasi hanya menjadi tukang sapu, lalu menjadi penjaga perlintasan kereta. Dan mulai dari tahun 1990 saya menjadi JPJ,” tuturnya.
Tugas sebagai JPJ dilakoni Nasim sejak 20 tahun lalu. Setiap malam Nasim harus berjalan kaki melintasi jalur kereta. Meskipun sedang dalam keadaan hujan, atau sedang sakit, Nasim mengaku tetap menjalankan tugasnya dengan ikhlas. Tanggungjawabnya berkaitan dengan keamanan perjalanan kereta membuatnya tidak pernah bisa tenang saat istirahat di rumah.
’’Pernah saya waktu benar-benar sakit, saya tidak masuk. Tapi pikiran saya tetap saja ke rel kereta. Akhirnya tengah malam, saya mengontrol jalur kereta dengan ditemani anak saja. Waktu itu juga sedang hujan deras,” terangnya.
Menurut pria kelahiran Bekasi, 49 tahun yang lalu ini, resiko keselamatan kereta lebih tinggi saat turun hujan. Pasalnya, kata Nasim, saat hujan kereta rawan tergelincir. Terlebih saat jalurnya melewati tebing, ’’Didekat stasiun rawa bebek sedikit berbahaya,” imbuhnya, sembari mengaku jarak antara Stasiun Bekasi ke Stasiun Cakung sekitar 6 km. Itu berarti dalam setiap malamnya, Nasim harus menempuh perjalanan sekitar 12 km bolak balik Bekasi-Cakung.
Dinginnya malam tidak pernah dihiraukan oleh anak kelima dari delapan bersaudara ini. Baju seragam PT KAI berwarna abu-abu muda sebagai tanda bahwa dia merupakan karyawan yang bekerja di PT KAI. Sebab bila tidak menggunakan seragam, kata Nasim, biasanya suka diganggu dengan orang.
’’Ya pasti ada orang iseng. Tapi karena sudah biasa, sekarang sudah tidak ada lagi. Kita harus pintar-pintar membawa diri kalau menghadapi orang iseng,” terangnya sembari mengaku, terkadang sering menjumpai sejumlah anak muda yang sedang mabuk-mabukan di dekat perlintasan rel kereta.
Nasim juga mengaku pernah bertemu dengan beberapa yang ingin mencuri bantalan rel kereta. Karena jumlah mereka lebih banyak, Nasim mengaku tidak berani melawan. Dia hanya segera cepat pulang ke stasiun untuk segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya. ’’Itu juga cuma sekali. Kalau sekarang alhamdulillah sudah tidak ada lagi yang seperti itu,” paparnya.
Dalam perjalanan, Nasim pun terkadang menjumpai ular atau hewan lainnya. Namun terkadang juga pernah menjumpai mahluk halus. ’’Awalnya sih saya sempet iseng juga menjalani pekerjaan seperti ini. Tapi mau gimana lagi, cuma pekerjaan ini yang saya bisa lakukan. Sekarang kan kalau cari kerja susah,” katanya sembari mencoba bersabar dengan pekerjaan yang dilakoninya ini.
Menjadi juru periksa rel ternyata berisiko besar. Salah-salah, nyawa bisa menjadi taruhannya. Selain itu di balik pekerjaan yang terlihat remeh-temeh itu tersandang tanggung jawab berat. Terlebih di tengah maraknya aksi pencurian dan sabotase sarana dan prasarana kereta api seperti sekarang.
’’Kalau sekarang ini sudah agak aman. Tapi kalau tahun ’90an sangat rawan. Apalagi waktu itu tidak ada alat pemantau. Jadi kalau saya belum bilang aman, kereta pasti tidak akan lewat,” paparnya.
Pulang pergi dari Stasiun Bekasi menuju Stasiun Cakung, Nasim hanya menempuh waktu sekitar 3 jam. Sekitar pukul 2.30 dinihari, atau sekitar pukul 03.00, Nasim harus sudah kembali ke Stasiun Bekasi memberikan laporan jalur kereta yang dipantaunya dalam kondisi aman.
Meskipun lebih dari seperempat abad mengabdi di PT KAI, Nasim diangkat menjadi karyawan PT KAI pada Desember 2011 lalu. ’’Saya saja SK nya belum liat. Ya tidak apa-apa, biarpun Cuma sebentar, yang penting saya pernah menikmati menjadi karyawan PT KAI. Intinya harus sabar dan ikhlas menjalani pekerjaan ini,” tutupnya mengakhiri perbincangan malam itu. (*)
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini