Setiap manusia pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Stephen Suleyman Schwartz, seorang jurnalis kelahiran Columbus, Ohio, Amerika Serikat (AS) memiliki rasa ingin tahu tentang keberadaan Tuhan. Pria yang sempat menganut paham komunis itu sempat mencari kebenaran Sang Khalik dalam setiap agama yang ada di dunia ini.Awalnya, Schwartz mencari Tuhan dalam agama ibunya, Protestan. Namun, kolumnis dan penulis itu tak berhasil menemukannya. Ia lalu beralih ke Katholik, sebuah agama yang dipandangnya Indah. Lagi-lagi, ia tak berhasil menemukan Tuhan yang dicarinya. Hingga kemudian, mantan aktivis buruh itu berkenalan dengan Yahudi.
Schwartz sempat tertarik dengan ajaran Kabalah pada Yahudi. Tak hanya itu, ia juga meneliti Shinto dan Zen di Jepang dan Korea. Ia pun sempat mengagumi agama Buddha. Akan tetapi, ia merasa bahwa seorang Barat ak bisa benar-benar menjadi seorang pemeluk Buddha.
Semua agama yang dipelajarinya itu tak mampu membuat Schwartz menemukan kedamaian. Ia menilai tidak satu agama pun yang mengajarkannya sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami. Hingga akhirnya, ia menemukan kedamaian dan Tuhan dalam Islam. Pada 1997, dia mengukuhkan hati dan dirinya sebagai seorang Muslim di Bosnia.
***
Schwartz terlahir dari ayah berdarah Yahudi dan ibu penganut Kristen. Sang ibu adalah putri dari seorang pendeta Protestan. dan ia dibaptis ketika bayi digereja Presbyterian. Ia tak berasal dari keluarga yang relijius. Ibunya adalah aktivis Partai Komunis, sedangkan ia menyebut ayahnya sebagai seorang ‘’kawan seperjalanan’’.
Mulanya, Schwartz juga seorang pendukung Komunis dan pembela Uni Soviet. Ayahnya berjualan buku dan ibunya adalah pekerja sosial. Keluarganya hijrah ke San Francisco, ketika dirinya masih kecil. Di kota itu, Schwartz menempuh pendidikan pada Lowell High School.
Sejak remaja, Schwartz sudah gemar menulis. Awalnya, ia amat gandrung membuat puisi. Setelah menamatkan pendidikannya, Schwartz sempat bergabung menjadi aktivis pergerakan buruh. Kemudian, menjadi seorang wartawan, penulis, dan kolumnis.
Selama delapan tahun, ia menjadi wartawan pada sejumlah surat kabar San Fransisco Chronicle. Schwartz juga menulis beberapa artikel dan kolom di koran-koran terkemuka, seperti; The New York Times, The Wall Street Journal, The Weekly Standard, dan The New York Post.
Schwartz sempat tertarik dengan ajaran Kabalah pada Yahudi. Tak hanya itu, ia juga meneliti Shinto dan Zen di Jepang dan Korea. Ia pun sempat mengagumi agama Buddha. Akan tetapi, ia merasa bahwa seorang Barat ak bisa benar-benar menjadi seorang pemeluk Buddha.
Semua agama yang dipelajarinya itu tak mampu membuat Schwartz menemukan kedamaian. Ia menilai tidak satu agama pun yang mengajarkannya sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami. Hingga akhirnya, ia menemukan kedamaian dan Tuhan dalam Islam. Pada 1997, dia mengukuhkan hati dan dirinya sebagai seorang Muslim di Bosnia.
***
Schwartz terlahir dari ayah berdarah Yahudi dan ibu penganut Kristen. Sang ibu adalah putri dari seorang pendeta Protestan. dan ia dibaptis ketika bayi digereja Presbyterian. Ia tak berasal dari keluarga yang relijius. Ibunya adalah aktivis Partai Komunis, sedangkan ia menyebut ayahnya sebagai seorang ‘’kawan seperjalanan’’.
Mulanya, Schwartz juga seorang pendukung Komunis dan pembela Uni Soviet. Ayahnya berjualan buku dan ibunya adalah pekerja sosial. Keluarganya hijrah ke San Francisco, ketika dirinya masih kecil. Di kota itu, Schwartz menempuh pendidikan pada Lowell High School.
Sejak remaja, Schwartz sudah gemar menulis. Awalnya, ia amat gandrung membuat puisi. Setelah menamatkan pendidikannya, Schwartz sempat bergabung menjadi aktivis pergerakan buruh. Kemudian, menjadi seorang wartawan, penulis, dan kolumnis.
Selama delapan tahun, ia menjadi wartawan pada sejumlah surat kabar San Fransisco Chronicle. Schwartz juga menulis beberapa artikel dan kolom di koran-koran terkemuka, seperti; The New York Times, The Wall Street Journal, The Weekly Standard, dan The New York Post.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini