JAKARTA, — Puncak badai Matahari terjadi tahun 2013? Benarkah? Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah puncak badai Matahari atau puncak aktivitas Matahari?
Kepala Observatorium Bosscha Hakim L Malasan mengatakan, "Sebenarnya yang terjadi adalah puncak aktivitas Matahari, bukan puncak badai Matahari."
Hakim menjelaskan bahwa aktivitas Matahari adalah siklus 11 tahunan yang terjadi akibat aktivitas magnetik di Matahari itu sendiri.
"Siklus ini terjadi terakhir pada tahun 2001 sehingga awalnya diprediksikan memuncak lagi pada 2012. Tapi akhirnya bergeser, puncak aktivitas Matahari baru pada tahun 2013," kata Hakim.
Badai Matahari sendiri hanya salah satu wujud dari aktivitas Matahari. Badai Matahari adalah pelepasan energi magnetik setara jutaan kali bom hidrogen 100 megaton ke lingkungan sekitar.
Badai Matahari inilah yang bisa mengakibatkan kerusakan pada sistem komunikasi dan listrik. Namun demikian, badai Matahari tidak mengakibatkan kemusnahan massal.
Hakim menguraikan bahwa pada puncak aktivitas Matahari, frekuensi terjadinya badai Matahari akan semakin sering. Meski demikian, besarnya badai Matahari tidak bisa diperkirakan.
"Jadi, sama dengan kita tidak bisa memperkirakan dengan pasti berapa besarnya gempa tektonik yang akan mengguncang Bumi," tutur Hakim saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/1/2012).
Astrofisikawan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa puncak aktivitas Matahari tidak sebanding dengan dampak Matahari pada Bumi.
Menurut Thomas, salah satu syarat badai Matahari bisa berdampak besar bagi Bumi adalah kelasnya. Badai harus masuk dalam kelas Medium (M) atau Ekstrem (X).
Faktor lain adalah soal arah. "Untuk bisa menimbulkan dampak, badai Matahari juga harus mengarah ke Bumi. Soal arah ini kita juga tidak bisa memperkirakan arahnya," jelas Thomas.
Thomas menjelaskan, walaupun 2013 merupakan puncak aktivitas Matahari dan frekuensi badai Matahari bisa meningkat, namun tak berarti selalu ada dampak besar bagi Bumi.
"Di samping itu, kadang badai Matahari besar justru terjadi setelah puncak aktivitas Matahari. Contohnya puncak aktivitas Matahari terakhir tahun 2001, tetapi badai Matahari besar baru terjadi tahun 2003," cetus Thomas.
Saat ini yang diperlukan adalah melakukan mitigasi terkait dampak badai Matahari, bukan membesar-besarkan dampak yang mungkin terjadi.
Hakim menjelaskan, dampak badai Matahari ini bisa luas, bisa pada telekomunikasi, perbankan, dan navigasi. Pemerintah harus mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi.
Kepala Observatorium Bosscha Hakim L Malasan mengatakan, "Sebenarnya yang terjadi adalah puncak aktivitas Matahari, bukan puncak badai Matahari."
Hakim menjelaskan bahwa aktivitas Matahari adalah siklus 11 tahunan yang terjadi akibat aktivitas magnetik di Matahari itu sendiri.
"Siklus ini terjadi terakhir pada tahun 2001 sehingga awalnya diprediksikan memuncak lagi pada 2012. Tapi akhirnya bergeser, puncak aktivitas Matahari baru pada tahun 2013," kata Hakim.
Badai Matahari sendiri hanya salah satu wujud dari aktivitas Matahari. Badai Matahari adalah pelepasan energi magnetik setara jutaan kali bom hidrogen 100 megaton ke lingkungan sekitar.
Badai Matahari inilah yang bisa mengakibatkan kerusakan pada sistem komunikasi dan listrik. Namun demikian, badai Matahari tidak mengakibatkan kemusnahan massal.
Hakim menguraikan bahwa pada puncak aktivitas Matahari, frekuensi terjadinya badai Matahari akan semakin sering. Meski demikian, besarnya badai Matahari tidak bisa diperkirakan.
"Jadi, sama dengan kita tidak bisa memperkirakan dengan pasti berapa besarnya gempa tektonik yang akan mengguncang Bumi," tutur Hakim saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/1/2012).
Astrofisikawan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa puncak aktivitas Matahari tidak sebanding dengan dampak Matahari pada Bumi.
Menurut Thomas, salah satu syarat badai Matahari bisa berdampak besar bagi Bumi adalah kelasnya. Badai harus masuk dalam kelas Medium (M) atau Ekstrem (X).
Faktor lain adalah soal arah. "Untuk bisa menimbulkan dampak, badai Matahari juga harus mengarah ke Bumi. Soal arah ini kita juga tidak bisa memperkirakan arahnya," jelas Thomas.
Thomas menjelaskan, walaupun 2013 merupakan puncak aktivitas Matahari dan frekuensi badai Matahari bisa meningkat, namun tak berarti selalu ada dampak besar bagi Bumi.
"Di samping itu, kadang badai Matahari besar justru terjadi setelah puncak aktivitas Matahari. Contohnya puncak aktivitas Matahari terakhir tahun 2001, tetapi badai Matahari besar baru terjadi tahun 2003," cetus Thomas.
Saat ini yang diperlukan adalah melakukan mitigasi terkait dampak badai Matahari, bukan membesar-besarkan dampak yang mungkin terjadi.
Hakim menjelaskan, dampak badai Matahari ini bisa luas, bisa pada telekomunikasi, perbankan, dan navigasi. Pemerintah harus mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini