Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang atau menurun 0,13 juta orang dibandingkan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang.
Pelaksana tugas Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin, mengatakan selama periode Maret hingga September penurunan jumlah penduduk miskin terbanyak terjadi di daerah perkotaan yang berkurang 0,09 juta orang.
"Jumlahnya menurun dari 11,05 juta orang menjadi 10,95 juta orang," ujarnya.
Sementara penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 0,04 juta orang dari sebelumnya 18,97 juta orang menjadi 18,94 juta orang.
Suryamin mengatakan secara persentase jumlah penduduk miskin tersebut menurun dari 12,49 persen menjadi 12,36 persen atau sekitar 0,13 persen.
Menurut dia, penurunan jumlah penduduk miskin tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu selama periode Maret hingga September, inflasi umum relatif rendah yaitu 2,25 persen.
"Beberapa komoditas bahan pokok seperti minyak goreng, gula pasir, cabai rawit dan cabai merah mengalami penurunan harga ecerannya," ujar Suryamin.
Kemudian, adanya perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 1,79 persen dari 103,32 pada Maret menjadi 105,17 pada September.
Perekonomian pada triwulan III juga membantu penurunan jumlah penduduk miskin karena tumbuh sebesar 6,5 persen serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat sebesar 3,6 persen dibandingkan periode triwulan I.
"Selain itu pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil pada triwulan I, II dan III mengalami peningkatan sebesar 1,26 persen, 1,48 persen dan 2,21 persen," kata Suryamin.
Suryamin menambahkan tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan 0,24 persen dari Februari ke Agustus dan ikut membantu menurunkan jumlah penduduk miskin.
Ia mengatakan peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
"Komoditi yang berpengaruh adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe dan tahu. Sedangkan komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan dan pendidikan," ujar Suryamin.
Sementara, garis kemiskinan yang dipergunakan sebagai batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang juga naik 4,27 persen dari Rp233.740 per kapita per bulan pada Maret, menjadi Rp243.729 per kapita per bulan pada September.
Secara persentase, lanjut Suryamin, penduduk miskin terbesar berada di Maluku dan Papua 25,25 persen dan terkecil di Kalimantan 6,88 persen.
Namun, dari jumlah penduduk sebagian besar penduduk miskin berada di Jawa sebesar 16,74 juta orang dan terkecil di Kalimantan 0,97 juta orang.
Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Hamonangan Ritonga mengatakan jumlah penduduk miskin memang menurun, namun jumlahnya tidak begitu signifikan, apalagi jumlah penduduk hampir miskin justru meningkat.
"Penduduk miskin itu lambat sekali penurunannya karena kita sudah pada kondisi masyarakat kemiskinan kronis atau `hardcore poverty`," ujarnya.
Menurut dia, dengan situasi saat ini kesejahteraan hanya dinikmati oleh kelas menengah yang mempunyai modal dalam mendukung pertumbuhan nasional.
Namun, bagi masyarakat yang berada jauh dari pantauan pemerintah, mereka rentan menjadi penduduk miskin karena bantuan seperti beras raskin dan skema bantuan sosial lainnya tidak terjangkau.
"Jadi kalau menargetkan penurunan satu persen jumlah penduduk miskin setiap tahun itu berat, apalagi mereka yang kurang berdaya tinggal di daerah-daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah," kata Hamonangan.
Ia menyarankan agar jumlah penduduk miskin makin berkurang, pemerintah harus fokus memberikan bantuan sosial secara tepat sasaran karena saat ini banyak sekali bantuan yang kurang tersalurkan dengan baik.
"Ini pada taraf kemiskinan yang kronis. Amerika Serikat saja penduduk miskinnya 15 persen, ini susah menurunkannya. Satu-satunya cara harus tepat sasaran," ujarnya.
Pelaksana tugas Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin, mengatakan selama periode Maret hingga September penurunan jumlah penduduk miskin terbanyak terjadi di daerah perkotaan yang berkurang 0,09 juta orang.
"Jumlahnya menurun dari 11,05 juta orang menjadi 10,95 juta orang," ujarnya.
Sementara penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 0,04 juta orang dari sebelumnya 18,97 juta orang menjadi 18,94 juta orang.
Suryamin mengatakan secara persentase jumlah penduduk miskin tersebut menurun dari 12,49 persen menjadi 12,36 persen atau sekitar 0,13 persen.
Menurut dia, penurunan jumlah penduduk miskin tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu selama periode Maret hingga September, inflasi umum relatif rendah yaitu 2,25 persen.
"Beberapa komoditas bahan pokok seperti minyak goreng, gula pasir, cabai rawit dan cabai merah mengalami penurunan harga ecerannya," ujar Suryamin.
Kemudian, adanya perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 1,79 persen dari 103,32 pada Maret menjadi 105,17 pada September.
Perekonomian pada triwulan III juga membantu penurunan jumlah penduduk miskin karena tumbuh sebesar 6,5 persen serta pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat sebesar 3,6 persen dibandingkan periode triwulan I.
"Selain itu pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil pada triwulan I, II dan III mengalami peningkatan sebesar 1,26 persen, 1,48 persen dan 2,21 persen," kata Suryamin.
Suryamin menambahkan tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan 0,24 persen dari Februari ke Agustus dan ikut membantu menurunkan jumlah penduduk miskin.
Ia mengatakan peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
"Komoditi yang berpengaruh adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe dan tahu. Sedangkan komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan dan pendidikan," ujar Suryamin.
Sementara, garis kemiskinan yang dipergunakan sebagai batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang juga naik 4,27 persen dari Rp233.740 per kapita per bulan pada Maret, menjadi Rp243.729 per kapita per bulan pada September.
Secara persentase, lanjut Suryamin, penduduk miskin terbesar berada di Maluku dan Papua 25,25 persen dan terkecil di Kalimantan 6,88 persen.
Namun, dari jumlah penduduk sebagian besar penduduk miskin berada di Jawa sebesar 16,74 juta orang dan terkecil di Kalimantan 0,97 juta orang.
Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Hamonangan Ritonga mengatakan jumlah penduduk miskin memang menurun, namun jumlahnya tidak begitu signifikan, apalagi jumlah penduduk hampir miskin justru meningkat.
"Penduduk miskin itu lambat sekali penurunannya karena kita sudah pada kondisi masyarakat kemiskinan kronis atau `hardcore poverty`," ujarnya.
Menurut dia, dengan situasi saat ini kesejahteraan hanya dinikmati oleh kelas menengah yang mempunyai modal dalam mendukung pertumbuhan nasional.
Namun, bagi masyarakat yang berada jauh dari pantauan pemerintah, mereka rentan menjadi penduduk miskin karena bantuan seperti beras raskin dan skema bantuan sosial lainnya tidak terjangkau.
"Jadi kalau menargetkan penurunan satu persen jumlah penduduk miskin setiap tahun itu berat, apalagi mereka yang kurang berdaya tinggal di daerah-daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah," kata Hamonangan.
Ia menyarankan agar jumlah penduduk miskin makin berkurang, pemerintah harus fokus memberikan bantuan sosial secara tepat sasaran karena saat ini banyak sekali bantuan yang kurang tersalurkan dengan baik.
"Ini pada taraf kemiskinan yang kronis. Amerika Serikat saja penduduk miskinnya 15 persen, ini susah menurunkannya. Satu-satunya cara harus tepat sasaran," ujarnya.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini