Ada idiom berbahasa Inggris yang kerap kita dengar, "There's no free lunch" atau tidak ada makan siang yang gratis. Hal itu bisa diartikan, bahwa di setiap hal yang kita lakukan, pasti butuh pengorbanan. Ada hal yang harus kita kerjakan, lakukan, atau bayarkan, untuk mencapai sesuatu. Idiom tersebut mengingatkan saya pada pepatah Jawa lama yang telah jadi judul tulisan artikel ini, Jer Basuki Mawa Beya, bahwa segala sesuatu membutuhkan biaya. Sekilas, orang akan beranggapan bahwa pepatah ini sangat bersifat materiil. Akibatnya, ada yang kemudian membuat "sindiran" dengan pernyataan: "Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya perlu uang."
Tak salah memang. Tapi, pepatah Jawa tersebut sebenarnya punya nilai yang jauh dari sekadar materi. Nilainya sungguh luhur, yakni, bahwa untuk mendapatkan sesuatu, ada proses, ada pengorbanan yang diberikan, ada kerja keras, ada keringat yang harus dikucurkan. Dan, inilah kesejatian hidup yang kita jalani. Tanpa kerja, hidup akan sia-sia. Tanpa bertindak, hidup tak akan jadi apa-apa.
Karena itu, adanya tantangan dan ujian dalam setiap proses perjuangan yang kita jalani sebenarnya adalah hal yang biasa. Justru itulah "harga" yang harus kita bayar untuk jadi pemenang kehidupan. Maka, jika kita mampu memaknai hal tersebut dengan kesungguhan, saat menghadapi cobaan, haruslah kita syukuri. Karena, dengan "bayaran" itu, kita pasti akan mendapat sesuatu.
Cerminan itu bisa kita lihat dari berbagai kisah sukses di dunia. Tak ada satu pun sosok berpengaruh dan sukses di dunia ini yang tidak melewati berbagai ujian dan cobaan dalam meraih impian-impiannya. Hanya saja, kadang kita sering "silau" dengan hasil yang telah mereka raih. Sehingga, kita sendiri malah lupa untuk bertanya, berapa harga yang harus mereka bayar untuk mencapai prestasi tersebut.
Dalam sebuah tulisannya, Malcolm Gladwell, pengarang buku fenomenal, Think dan The Tipping Point menyebut bahwa untuk menjadi ahli dan sukses di sebuah bidang, seseorang harus "membayar" dengan kerja keras minimal 10 ribu jam terbang. Apa artinya ini? Jika dihitung secara matematika, bila seseorang bekerja 8 jam sehari, dan 5 hari seminggu, maka dibutuhkan antara 4-5 tahun untuk menjadi ahli di bidang tersebut. Itu pun belum tentu langsung sukses. Masih ada proses lain yang harus dilewati sehingga keahliannya itu mendapatkan "gaji" (penghargaan) tinggi sesuai dengan kemampuannya.
Maka, jangan heran ketika Korea Selatan, yang dianggap mustahil berprestasi di Piala Dunia 2002 silam, bisa masuk ke semifinal. Terlepas dari keuntungan sebagai tuan rumah, tapi prestasinya sangat fenomenal. Konon, sang pelatih saat itu, Guus Hiddink, khusus melatih fisik pemain Korea Selatan mati-matian di awal-awal memegang tampuk kepelatihan. Ia sempat diprotes, mengapa hanya latihan fisik yang digenjot. Tapi, ia bergeming dan tetap pada pendiriannya. Gemblengan berjam-jam, berhari-hari, hanya khusus melatih fisik terbukti membuat pemain-pemain Korea Selatan tampil seperti tak pernah kehabisan tenaga.
Konon, pelatih baru, Alfred Riedl sangat tegas dan tak mau diintervensi saat memilih pemain. Sedari awal ia bahkan berujar, kalau ada pemain-bahkan berkaliber bintang andalan lapangan-yang tak menuruti katanya, dia akan tegas untuk mencoretnya dari daftar pemain.Tak hanya itu, porsi latihan tim sepak bola kita pun konon diberikan porsi latihan yang lebih keras dari sebelumnya.
Itu adalah sekadar contoh, bahwa butuh pengorbanan untuk mencapai kesuksesan. Namun, itulah harga yang harus dibayar. Itulah "kawah candradimuka" yang harus dilewati untuk mencapai apa yang diinginkan. Maka, sejatinya, tak ada sukses yang instan, karena semua butuh diperjuangkan. Dan, saat sudah menggapai kesuksesan, harus disadari pula, bahwa semua itu hanya sementara. Karena itu, saat satu kemenangan diraih, masih ada lagi "harga-harga" lain yang harus terus dibayar untuk menggapai kemenangan yang lain.
Jer basuki mowo beya, semua butuh "biaya". Untuk itu, mari kita siapkan diri, agar selalu mampu membayar apa pun keinginan kita dengan perjuangan sepenuh hati. Sehingga, dengan kesiapan "bayar harga" itu, kita akan lebih optimis dalam perjuangan sepanjang tahun 2011!
about Cyber Information http://aboutcyberinformation.blogspot.com/
Tak salah memang. Tapi, pepatah Jawa tersebut sebenarnya punya nilai yang jauh dari sekadar materi. Nilainya sungguh luhur, yakni, bahwa untuk mendapatkan sesuatu, ada proses, ada pengorbanan yang diberikan, ada kerja keras, ada keringat yang harus dikucurkan. Dan, inilah kesejatian hidup yang kita jalani. Tanpa kerja, hidup akan sia-sia. Tanpa bertindak, hidup tak akan jadi apa-apa.
Karena itu, adanya tantangan dan ujian dalam setiap proses perjuangan yang kita jalani sebenarnya adalah hal yang biasa. Justru itulah "harga" yang harus kita bayar untuk jadi pemenang kehidupan. Maka, jika kita mampu memaknai hal tersebut dengan kesungguhan, saat menghadapi cobaan, haruslah kita syukuri. Karena, dengan "bayaran" itu, kita pasti akan mendapat sesuatu.
Cerminan itu bisa kita lihat dari berbagai kisah sukses di dunia. Tak ada satu pun sosok berpengaruh dan sukses di dunia ini yang tidak melewati berbagai ujian dan cobaan dalam meraih impian-impiannya. Hanya saja, kadang kita sering "silau" dengan hasil yang telah mereka raih. Sehingga, kita sendiri malah lupa untuk bertanya, berapa harga yang harus mereka bayar untuk mencapai prestasi tersebut.
Dalam sebuah tulisannya, Malcolm Gladwell, pengarang buku fenomenal, Think dan The Tipping Point menyebut bahwa untuk menjadi ahli dan sukses di sebuah bidang, seseorang harus "membayar" dengan kerja keras minimal 10 ribu jam terbang. Apa artinya ini? Jika dihitung secara matematika, bila seseorang bekerja 8 jam sehari, dan 5 hari seminggu, maka dibutuhkan antara 4-5 tahun untuk menjadi ahli di bidang tersebut. Itu pun belum tentu langsung sukses. Masih ada proses lain yang harus dilewati sehingga keahliannya itu mendapatkan "gaji" (penghargaan) tinggi sesuai dengan kemampuannya.
Maka, jangan heran ketika Korea Selatan, yang dianggap mustahil berprestasi di Piala Dunia 2002 silam, bisa masuk ke semifinal. Terlepas dari keuntungan sebagai tuan rumah, tapi prestasinya sangat fenomenal. Konon, sang pelatih saat itu, Guus Hiddink, khusus melatih fisik pemain Korea Selatan mati-matian di awal-awal memegang tampuk kepelatihan. Ia sempat diprotes, mengapa hanya latihan fisik yang digenjot. Tapi, ia bergeming dan tetap pada pendiriannya. Gemblengan berjam-jam, berhari-hari, hanya khusus melatih fisik terbukti membuat pemain-pemain Korea Selatan tampil seperti tak pernah kehabisan tenaga.
Konon, pelatih baru, Alfred Riedl sangat tegas dan tak mau diintervensi saat memilih pemain. Sedari awal ia bahkan berujar, kalau ada pemain-bahkan berkaliber bintang andalan lapangan-yang tak menuruti katanya, dia akan tegas untuk mencoretnya dari daftar pemain.Tak hanya itu, porsi latihan tim sepak bola kita pun konon diberikan porsi latihan yang lebih keras dari sebelumnya.
Itu adalah sekadar contoh, bahwa butuh pengorbanan untuk mencapai kesuksesan. Namun, itulah harga yang harus dibayar. Itulah "kawah candradimuka" yang harus dilewati untuk mencapai apa yang diinginkan. Maka, sejatinya, tak ada sukses yang instan, karena semua butuh diperjuangkan. Dan, saat sudah menggapai kesuksesan, harus disadari pula, bahwa semua itu hanya sementara. Karena itu, saat satu kemenangan diraih, masih ada lagi "harga-harga" lain yang harus terus dibayar untuk menggapai kemenangan yang lain.
Jer basuki mowo beya, semua butuh "biaya". Untuk itu, mari kita siapkan diri, agar selalu mampu membayar apa pun keinginan kita dengan perjuangan sepenuh hati. Sehingga, dengan kesiapan "bayar harga" itu, kita akan lebih optimis dalam perjuangan sepanjang tahun 2011!
about Cyber Information http://aboutcyberinformation.blogspot.com/
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini