Potret Kesejahterahan
Indonesia kini masih jauh dari Kemerdekaan untuk hidup sejahtera. Samsul bocah
10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten
Tegal yang kini bekerja sebagai penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk dikelas
4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1 . Keduanya sangat
piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang dari sekolah Samsul dan
zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak merasa malu saat berjualan, bahkan
ia merasa senang bisa membantu kedua orangtuanya. Samsul sangat senang jika
zindan membantu berjualan bersamanya. Prihatin
dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah Samsul berjualan cilok demi
mendapat sedikit rupiah.
Tak jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok
tengik bila tak ada lauk teman nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh bambu guna memberi tanda saat
berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya 500 rupiah. Keduanya harus
piawai menjajajkannya karena harus segera habis dalam sehari. Perjuangan Samsul
tidak sampai disini ia harus menggendong gerobaknya. Ia tidak peduli dengan
rasa sakit dipundaknya. Kadang pembeli sering hutang kepada Samsul, tapi bocah
kecil ini tidak berani untuk menagih hutang dari pembeli ciloknya. Samsul
seringkali berjualan diluar desanya. Bumijawa memang desa yang curah hujannya
tinggi, sering Samsul dan Zidan harus bersabar untuk mengejar jualan ciloknya
hingga habis karena turun hujan.
Ayah Samsul nikah
muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap nasi. Ibu Samsul kini
menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan. Modal yang Samsul dapat
merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa mau
dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk membantu kedua
orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman sebayanya saat berjualan.
Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil Samsul tidak sepenuhnya bias ia
nikmati. Teman-teman sebayanya kadang ingin mengajak bermain saat pulang
sekolah namun Samsul keluar rumah dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu Samsul
sering merasa bersalah melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu
perekonomian keluarganya.
Jarak kelahiran
anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi sangat banyak. Terutama
untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini Samsul masih punya tunggakan biaya
pendidikan di sekolahnya. Jualan cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran
keluarga. Dalam Sehari Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang
lebih 12.000 rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian Samsul.
Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak buta huruf. "Samsul
ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya uang. Samsul nggak ingin
seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini Samsul dengan Semangat dan
Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk mencapai cita-citanya.
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini