Semua orang yang memiliki iPad dan iPhone tentu suka produk tersebut  dan bisa jadi menyukai pula banderol harga yang dinilai sebagian orang  relatif terjangkau. Namun ada fakta yang membuat bahwa harga relatif  terjangkau itu hanya mungkin dicapai karena produk terebut dibuat dengan  praktek perburuhan ilegal di negara lain.
Tak berhenti sampai di  sana, mereka yang merakit iPhone dan iPad anda, tidak hanya tak memiliki  kedua piranti itu, (karena mereka tak bisa membeli). Namun dalam  beberapa kasus mereka pun tak pernah tahu produk jadi utuh iPad dan  iPhone.
Isu ini sebenarnya bukan hanya berputar pada Apple. Hampir  semua pabrik elektronik membuat bagian atau suku cadang mereka di Cina  dan negara lain di mana praktek buruh dinilai ilegal di AS. Hanya saja  bedanya dengan Apple, tingkat keuntungan perusahaan sangat masif. Apple  dituding sebenarnya mampu membayar lebih ke pabrik atau menerapkan  standar lebih tinggai namun sekaligus masih tetap kompetitif dan  menguntungkan.
Pekan lalu program "This American Life" dari PRI  membuat film dokumenter khusus terhadap pabrik Apple. Acara itu berfitur  laporan dari Mike Daisey yang diberi judul "The Agony and the Ecstasy of Steve Jobs,"  dan seorang kontributor NY Times, Nicholas Kristof, yang istri  keluarganya berasal dari Cina. Berikut potongan detil transkrip dari  tayangan tersebut.
Kota Shenzhen di Cina adalah lokasi di mana  sebagian besar suku cadang iPhone dan iPad dibuat. Sekitar 30 tahun  lalu, Shenzen adalah sebuah desa kecil di pinggir sungai. Kini ia  menjadi kota dengan populasi 13 juta orang--lebih besar ketimbang New  York.
Foxcon, salah satu perusahaan yang memproduksi bagian iPhone  dan iPad (dan beberapa produk perusahaan elektronik lain), memiliki  pabrik di Shenzhen yang mempekerjakan 430 buruh. Ada 20 kafetaria di  pabrik Foxconn Shenzhen yang setiapnya melayani 10 ribu orang.
Satu  pekerja Foxconn yang diwawancarai Mike Daisey, adalah gadis berusia 13  tahun. Ia berdiri di luar gerbang pabrik dikawal penjaga dengan senjata.  Gadis itu mengaku menyemir kaca ribuan iPhone baru setiap hari akan  mengilap.
Buruh yang bisa dibilang pekerja anak itu menuturkan  Foxconn tidak benar-benar mengecek usia para calon karyawan. Memang ada  inspeksi mendadak ke lokasi dari waktu ke waktu, namun Foxconn selalu  tahu kapan. Sebelum inspektur datang, Foxconn hanya butuh waktu  mengganti pekerja yang terlihat muda dengan yang tua.
Pada dua jam  pertama di pintu gerbang Foxconn, Daisey bertemu beberapa bekerja yang  mengaku mereka berusia 14, 13, dan 12 tahun (bersama banyak pekerja  dewasa lain). Daisey memperkirakan sekitar 5 persen pekerja yang ia ajak  bicara berada di bawah umur.
Ia mengasumsi bahwa Apple, yang  selalu terobsesi dengan detil dan kesempurnaan pasti tahu kondisi ini.  Atau bila mereka tak tahu, itu karena mereka tak ingin tahu,
Daisey  mengunjungi beberapa pabrik Shenzhen lagi, dengan menyaru sebagai  pembeli potensial. Ia menemukan bahwa sebagian besar lantai pabrik  adalah ruangan sangat luas dengan 20 ribu hingga 30 ribu pekerja.
 Ruangan  begitu sunyi. Tidak ada mesin dan mengobrol dilarang keras. Ketika  biaya buruh begitu kecil, maka tak ada alasan untuk menghadirkan  peralatan canggih selain tangan manusia.
Jam kerja di Cina sangat  ketat yakni 60 menit tepat, tak seperti jam-jam di Amerika, mungkin juga  di Indonesia yang umumnya sudah termasuk break untuk Facebook, ke kamar  mandi, menelpon dan mengobrol. Jam kerja resmi Cina adalah 18 jam,  namun shift standar adalah 12 jam. 
Minggu, 22 Januari 2012
iPhone Anda: Dibuat Buruh 13 Tahun dalam18 Jam Kerja untuk Gaji Dibawah Standar
Label:
News
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini