JAKARTA -- Penembakan terjadi lagi dalam konflik lahan  perkebunan kelapa sawit, Kamis (2/2). Penembakan mengenai lima petani di  Batang Kumuh, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.  Hal ini dipicu adanya konflik lahan kebun kelapa sawit antara warga  Batang Kumuh dengan PT Mazuma Agro Indonesia (MAI). Menurut  pernyataan pers bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)  dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lainnya, aparat juga  menangkap lima warga lainnya. Kelima orang petani yang ditembak, yaitu  Ranto Sirait (27 tahun) luka tembak di paha, Osman Sihombing (30 tahun)  luka tembak di kaki, Anes Sitorus (35 tahun) luka tembak di kakui, Dolok  Saribu (30 tahun) luka tembak di pantat, dan Nomos (35 tahun) luka  tembak di kaki.
Menurut Andi Muttaqien dari divisi advokasi hukum ELSAM, sengketa lahan ini sudah berlangsung sejak 1998. PT MAI mengeklaim lahan seluas 5.508 ha sebagai haknya. Padahal perusahaan tidak mengantongi hak guna usaha (HGU), namun hanya mendapatkan Izin Prinsip dari Bupati Mandailing Natal (Madina), namun operasi perusahaan justru di Riau.
Warga Batang Kumuh pun menggugat perusahaan dan telah dimenangkan di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian pada Agustus 2009. Upaya hukum kini ada di tahap kasasi. "Selain itu, warga Batang Kumuh juga telah mengajukan penyelesaian tata batas wilayah Rokan Hulu dengan Sumatera Utara, namun hal tersebut sedikit pun tidak ditanggapi dan diselesaikan oleh Departemen Dalam Negeri," katanya.
Dikatakannya, sejak lama PT MAI kerap menggunakan aparat Brimob untuk mengamankan aktivitasnya. Bahkan, pada tahun 2010-2011 perusahaan ini sampai membakar rumah penduduk, terus menerus menangkapi petani dan warga, serta menembaki petani. Dalam catatan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Rokan Hulu, ada 20 warga jadi korban dalam konflik lahan di sana.
Menurut Andi Muttaqien dari divisi advokasi hukum ELSAM, sengketa lahan ini sudah berlangsung sejak 1998. PT MAI mengeklaim lahan seluas 5.508 ha sebagai haknya. Padahal perusahaan tidak mengantongi hak guna usaha (HGU), namun hanya mendapatkan Izin Prinsip dari Bupati Mandailing Natal (Madina), namun operasi perusahaan justru di Riau.
Warga Batang Kumuh pun menggugat perusahaan dan telah dimenangkan di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian pada Agustus 2009. Upaya hukum kini ada di tahap kasasi. "Selain itu, warga Batang Kumuh juga telah mengajukan penyelesaian tata batas wilayah Rokan Hulu dengan Sumatera Utara, namun hal tersebut sedikit pun tidak ditanggapi dan diselesaikan oleh Departemen Dalam Negeri," katanya.
Dikatakannya, sejak lama PT MAI kerap menggunakan aparat Brimob untuk mengamankan aktivitasnya. Bahkan, pada tahun 2010-2011 perusahaan ini sampai membakar rumah penduduk, terus menerus menangkapi petani dan warga, serta menembaki petani. Dalam catatan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Rokan Hulu, ada 20 warga jadi korban dalam konflik lahan di sana.

 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini