Seandainya para pejabat di pemerintah daerah Jakarta terbiasa pergi ke  pasar tradisional, mungkin mereka akan berpikir ulang untuk melegalkan  penetrasi supermarket yang sudah merangsek ke hampir setiap kampung di  ibukota. Sayangnya, bulan ini mereka sudah kembali membuka izin bagi  minimarket. 
Bahkan bagi yang belum berizin, segera diputihkan. Enaknya.
Berbicara  tentang pasar tradisional, tentu bukan sekadar mengenai tempat  perekonomian rakyat hidup. Ada tradisi yang menarik, yaitu  berlangsungnya proses tawar-menawar.
Mungkin kita sebagian besar  pernah berbelanja di pasar tradisional baik Pasar Tanah Abang di  Jakarta, Malioboro di Jogja, Pasar Klewer Solo, atau lainnya. Pasar,  yang biasanya disebut “pasar becek” (lantaran infrastrukturnya tak  terurus) ini selalu dipenuhi banyak orang terutama ibu-ibu. Tak jarang,  masyarakat dengan ekonomi menengah pun ingin merasakan kesegaran barang  dagangan di pasar. 
Kesegaran barang dagangan dan fenomena  tawar-menawar umumnya jadi perekat; mengapa orang memiliki kesukaan  untuk berbelanja di pasar tradisional. Selain harga yang bisa lebih  murah, juga kerinduan masyarakat dengan proses tawar-menawar saat ingin  membeli barang incaran. 
Tidak jarang, ketika berbelanja ke pasar  tradisional, pembeli mengajak rekannya yang dianggap “jago menawar”  demi mendapatkan harga yang murah.
Proses tawar-menawar antara  penjual dan pembeli ini dalam istilah ekonomi mungkin bisa dikatakan  sebagai “tebak-tebakan willingness to pay” (keinginan pembeli menetapkan  harga kemampuannya). Jadi, harga yang ada nantinya ditentukan oleh  seberapa pintar pembeli menyembunyikan keinginan untuk membayar  (willingness to pay), serta seberapa pintar penjual untuk menebaknya. 
Proses  inilah yang menentukan seberapa besar kepuasan atau keuntungan dari  masing-masing pihak. Kepuasan pembeli akan semakin besar jika harga yang  diperolehnya rendah. Sebab, kepuasan pembeli dihitung berdasarkan  selisih antara willingness to pay dengan harga yang disepakati.  Sedangkan kepuasan atau keuntungan penjual dihitung berdasarkan selisih  antara harga yang disepakati dengan ongkos-ongkos untuk menghasilkan  barang yang dijualnya.
Melalui pandangan ekonomi sederhana  itulah, kerap kita jumpai pemandangan pembeli mencari kelemahan kualitas  barang yang ingin dibelinya untuk menekan harga. Sebaliknya, pedagang  terus memujii barang yang dijualnya. Harapannya jelas agar lebih  mengorek informasi seberapa besar keinginan membayar dari calon  pembalinya, yang kemudian menentukan seberapa besar keuntungan yang  diperoleh.
Masih berkaitan dengan keinginan untuk membayar ini,  disadari atau tidak, semakin banyak barang tersebut kita miliki atau  kita beli, maka semakin rendah willingness to pay seseorang. Sebagai  ilustrasi, ketika seseorang sedang haus, kemudian ada penjual minuman  gelas, maka keinginan membayar untuk gelas yang pertama akan sangat  tinggi. Misalkan Rp 10.000. Sedangkan untuk gelas kedua, pastinya  keinginan untuk membayar minuman tersebut menjadi berkurang, misalnya  hanya Rp 8.000. Karena sudah tidak haus lagi, kecuali ingin perut  kembung.
Hal inilah yang kemudian disadari oleh penjual dan  memberikan harga lebih murah terhadap pembeli ketika membeli barang  lebih banyak. Raihlah keberuntungan dalam tawar-menawar dengan  menyembunyikan willingness to pay.
Karena itu, bagi yang gemar  berbelanja di pasar tradisional atau di pasar mana pun yang  memberlakukan hukum tawar-menawar, sebaiknya tidak terlalu terburu-buru  untuk memutuskan harga barang yang diinginkan. Jangan terlalu terlihat  bahwa kita sangat menginginkan barang yang sedang ditawar tersebut.  Menawarlah seolah-olah kita sudah memiliki barang tersebut dan sekadar  ingin menambahnya. 
Sesekali boleh menggunakan trik pura-pura  meninggalkan toko, tetapi harus dengan perhitungan yang matang. Jika  dugaan kita meleset alias tidak dipanggil lagi, maka posisi tawar kita  akan lemah di saat kembali ke toko yang sama untuk membeli barang  incaran tadi. 
Selamat menawar.
Herry Gunawan adalah mantan wartawan dan konsultan, kini sebagai penulis dan pendiri situs inspiratif: http://plasadana.com
Minggu, 19 Februari 2012
Mari Menawar Dengan Cerdik
Label:
Tips
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini