Koral  atau batu karang yang terhempas dari laut jauh ke daratan dekat  mercusuar Anyer, Serang, Banten, Minggu (21/8/2011). Batu karang ini  salah satu jejak dahsyatnya tsunami letusan Gunung Krakatau 1883. 
Dibandingkan letusan Gunung Tambora di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat)  pada 1815, letusan Gunung Krakatau masih kalah besar, baik kekuatan  maupun dampaknya. Berbeda dengan letusan Tambora yang terekam samar dan  dampak globalnya baru dideteksi lebih dari 100 tahun kemudian, letusan  Krakatau diketahui warga dunia dalam bilangan jam. Dampak letusan  Tambora baru diketahui ketika peneliti di kantor meteorologi Amerika  Serikat, WJ Humphreys, pada tahun 1930-an menemukan hubungan antara  cuaca buruk di dunia Barat pada 1816 dan letusan Gunung Tambora. Adapun  letusan Krakatau telah menjadi berita utama di koran-koran di Eropa tak  lama kemudian. Tsunami yang menyebar luas ke berbagai penjuru dunia pada  27 Agustus 1883 juga terdeteksi dengan cepat bahwa sumbernya Krakatau.  Sepanjang tanggal 27 Agustus dan sehari setelahnya, telegram dari  Batavia (Jakarta)—160 km dari Krakatau—berkali-kali dikirim ke  Singapura. Dari sana kabar kemudian menyebar jauh hingga Inggris. Bunyi  telegram menyebutkan kepanikan suasana di Jakarta waktu itu. "Batavia  saat ini hampir gelap gulita—lampu gas menyala sepanjang malam—tak dapat  berkomunikasi dengan Anjer (Anyer)— beberapa jembatan hancur,  sungai-sungai meluap karena gelombang laut yang menuju daratan,"  demikian isi telegram yang dikirim pada sore hari, 27 Agustus. Kemudian,  pukul 11.00 pada 28 Agustus, sebuah telegram kembali diterima di  Singapura, "Anjer, Tjeringin, dan Telok Beting hancur lebur." Setengah  jam kemudian kabar buruk kembali dikirim, "Mercusuar di Selat Sunda  menghilang." Berikutnya, telegram itu mengirim informasi lebih detail  tentang gelombang laut setinggi 40 meter yang menghanyutkan terumbu  karang seberat 600 ton ke daratan Anyer. Disebutkan, sedikitnya 36.417  orang tewas, sebagian besar karena gelombang tsunami, dan 165 desa  hancur. 
Berita yang cepat menyebar itu tak membuat warga Australia bagian  selatan, Perth, Colombo, dan Rodriguez (sejauh 4.800 km), harus lama  bertanya-tanya tentang suara gelegar letusan yang terdengar dari rumah  mereka pada 27 Agustus. Demikian halnya warga dunia menjadi cepat tahu  bahwa tsunami yang melanda pantai Sri Lanka dan perubahan tinggi  permukaan air laut di Selandia Baru, Alaska dan Saluran Inggris pada  hari itu adalah dampak Krakatau. 
Para meteorolog dunia juga dengan cepat menghubungkan bahwa cuaca dingin  yang terjadi sepanjang tahun 1883 hingga paruh pertama 1884 adalah  berkat letusan Krakatau. Awan dari abu vulkanik naik ke atas mencapai  ketinggian 50-80 km dan mengitari bumi dengan kecepatan jet beberapa  kali. Suhu udara menjadi lebih dingin akibat sinar matahari terhalang  abu vulkanik lebih dari satu tahun lamanya di beberapa wilayah bumi.  Volume material yang dikeluarkan diperkirakan sekitar 18-21 kilometer  kubik yang terdiri dari 9-10 kilometer kubik batu-batu berat. 
Letusan Krakatau merupakan bencana besar pertama di dunia yang terjadi  setelah jaringan kabel telegraf menyambung di seluruh dunia. Dua belas  tahun sejak Samuel Morse pada 24 Mei 1844 mengirimkan pesan pertama dari  gedung Mahkamah Agung di Washington kepada koleganya Alfred Vail, di  Baltimore, telegram sudah disambung ke istana besar di Buitenzorg ke  kantor-kantor di Batavia. Jawa kemudian terhubung ke dunia internasional  sejak 1859, melalui Singapura, sehingga berita letusan Krakatau bisa  dengan cepat menyebar luas.
Sabtu, 31 Desember 2011
Penemuan Telegram Kabarkan Dahsyatnya Letusan Krakatau
Label:
info
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini