Aneka Macam Makam Dan Kuburan Di Indonesia
Makam Dayak Benuaq – Kalimantan Timur
Berkunjung ke kampung suku dayak  Benuaq ataupun suku dayak Bentian  di pedalaman Kalimantan Timur.  Kuburan akan mudah ditemukan di halaman  samping atau tepi jalan menuju  kampung orang Dayak Benuaq. Kuburan orang  Benuaq atau Bentian tidak  didalam taah seperti layaknya suku  lain.ketika pertama meninggal mereka  akan dimakamkan didalam kotak yang  di sangga oleh tiang atau di  gantung pada tali. kemudian setelah  beberapa tahun kuburan itu dibuka  lagi lalu tulang belulang si mati di  doakan lalu di masukan kedalam  kotak bertiang yang permanent. biasanya  tiap keluarga mempunyai  kuburannya masing-masing dan kebanyakan letaknya  disamping rumah  keluarga, tidak dipekuburan umum seperti kebanyakan di  kota atau  kampung lain.
Hampir tiap malam terdengar  musik pemanggil arwah orang yang sedang  mengadakan upacara Beliatn  tarian dan mantra penyembuhan untuk anak  ataupun untuk mendoakan orang  meninggal
Batu lemo – Tana Toraja
Tempat  pekuburan atau persemayaman jenazah berbentuk lubang-lubang  pada  dinding cadas. Tempat ini merupakan hasil kreasi manusia Toraja  yang  luar biasa. Bagaimana tidak, persemayaman yang telah ada sejak abad   ke-16 itu dibuat dengan cara memahat. Saat itu, tentu dengan peralatan   yang sangat sederhana. Lemo terletak di desa (lembang) Lemo. Sekitar 12   kilometer sebelah selatan Rantepao atau enam kilometer sebelah utara   Makale.
Dinamai Lemo karena beberapa  model liang batu itu berbentuk bundar dan  berbintik-bintik menyerupai  buah jeruk atau limau. Kuburan-kuburan batu  itu disebut juga sebagai  liang paa’.
Ada 75 lubang pada  dinding cadas. Beberapa di antaranya memiliki  patung-patung berjajar  yang disebut tau-tau. Patung-patung itu adalah  lambang kedudukan  sosial, status, dan peran mereka semasa hidup sebagai  bangsawan  setempat.
Obyek ini ramai dikunjungi sejak  tahun 1960. Selain menyaksikan kuburan  batu, wisatawan juga dapat  membeli berbagai sovenir atau berjalan jalan  sekitar obyek tersebut  menyaksikan buah buah pangi yang ranum  kecoklatan. Buah-buah itu siap  diolah dan dimakan sebagai makanan khas  suku Toraja yang di sebut  pantollo pamarrasan. 
Kuburan bayi kambira – Tana Toraja
Di  Kambira masih di wilayah Tana Toraja ada kuburan bayi, berupa  pohon  besar yang dilubangi, jenazah si bayi setelah dibalsem dan  dibungkus ,  lalu dimasukkan ke dalamnya dan lobang ditutup dengan  anyaman ijuk.  
Batu Karang Terjal Londa – Tana Toraja
kuburan  sisi batu karang terjal adalah salah satu sisi dari kuburan  itu berada  di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana  peti-peti  mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga.  Disisi  lain dari lusinan tau-tau berdiri secara hidmat di balkon. 
Trunyan – Bali
Sebagaimana masyarakat Bali  umumnya, Warga Desa Trunyan juga  mengenal ngaben, namun di di desa ini  mayatnya tidak dibakar. Di sini  mayat mereka taruh begitu saja di  sebuah areal hutan. Anehnya, mayat itu  tak akan mengeluarkan bau busuk  walaupun sudah disana selama  berbulan-bulan.
Mengapa mayat yang menggeletak  begitu saja di sema itu tidak menimbulkan  bau? Padahal secara alamiah,  tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat  tersebut? Hal inilah yang  menjadi daya tarik para wisatawan untuk  mengunjungi lokasi wisata ini.  Nah, konon sebabnya, di areal hutan  tersebut terdapat sebuah pohon yang  dikenal bernama Taru Menyan yang  bisa mengeluarkan bau harum dan mampu  menetralisir bau busuk mayat. Taru  berarti pohon, sedang Menyan  berarti harum. Pohon Taru Menyan ini,  hanya tumbuh di daerah ini.  Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih  dikenal sebagai Trunyan yang  diyakini sebagai asal usul nama desa  tersebut.
Makam Raja-raja Imogiri – Yogyakarta
Dibangun sekitar tahun 1632 oleh  Sultan Agung, raja Mataram Islam  terbesar, bangunan makam lebih  bercorak bangunan Hindu. Pintu gerbang  makam dibuat dari susunan batu  bata merah tanpa semen yang berbentuk  candi Bentar. Memasuki makam  raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan  memasuki pemakaman umum.  untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain  harus mengenakan pakaian  adat Jawa, kita harus melepas alas kaki, juga  harus melalui tiga pintu  gerbang.
Bahkan yang bisa langsung  berziarah ke nisan para raja itu pun  terbatas pada keluarga dekat raja  atau masyarakat lain yang mendapat  izin khusus dari pihak Kraton  Yogyakarta dan Kraton Surakarta.
Oleh karena itu, peziarah awam  yang tidak siap mengenakan pakaian  adat Jawa, terpaksa hanya bisa  melihat pintu gerbang pertama yang dibuat  dari kayu jati berukir dan  bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan  tahun, dengan grendel dan gembok  pintu kuno.
Hanya para juru kunci pemakaman  itu yang bisa membuka gerbang tersebut.  Jika toh masyarakat awam bisa  melihat ”isi” di balik pintu gerbang  pertama, itu pun ketika keluarga  raja datang, pintu gerbang dibuka  lebar, dan masyarakat bisa melongok  sebentar sebelum gerbang itu  ditutup. Rasa penasaran itu pula yang  menyebabkan misteri makam raja  Mataram tetap terpelihara.
about Cyber Information  http://aboutcyberinformation.blogspot.com/ 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini