Di balik penyakit yang  dideritanya, Safirah, bocah asal Parepare ini boleh berbahagia.  Pasalnya, banyak yang peduli padanya. Pasca operasi pengangkatan paku  dari kedua betisnya, Safirah disambangi 41 anak yatim piatu yang  mendoakan kesembuhannya.
Pasca operasi sekitar dua jam  lamanya, petugas rumah sakit membawa Safirah ke ruang intensive care  unit (ICU) atau Unit Rawat Intensif. Tidak berselang lama, Safirah yang  terbaring di ranjang keenam ICU mendapat kunjungan 41 anak yatim piatu  dipimpin ustaz M Nadjib Laady. Mereka membacakan tiga surah yang  berhubungan dengan penyakit karena perbuatan syaitan atau manusia.
“Sebagaimana yang dicontohkan  Rasulullah, maka membaca tiga surah yakni surah al Falaq, surah An Nash  dan Ayatul Qursy. Namun selain doa kami tetap meminta keluarganya agar  menjauhi musrik dan memerbaiki hubungannya dengan Allah Swt dan sesama  manusia,” beber Nadjib.
Adapun 41 anak yatim yang  dilibatkan dipilih mereka yang berusia di bawah sepuluh tahun.  Alasannya, pada usia tersebut mereka belum diketegorikan berdosa atau  istilahnya masih suci. Dan kenapa anak yatim” Nadjib menjelaskan bahwa  dalam Islam dipercaya bahwa kekuatan doa anak yatim sangat besar  untuk  diijabah.
Sarifah Hamsiah, ibunda  Safirah,  ketika melihat betapa banyak yang mendoakan kesembuhan  anaknya terlihat begitu terharu. Ketegaran yang selama ini  dipertontonkan di depan oarng-orang di sekitarnya luluh saat itu juga.  Untuk kali pertama, sejak kejadian Safirah terkuak di media, ia  meneteskan air mata. Dirinya tidak pernah menyangka, di tengah  kesendirianya merawat Safirah, ada banyak orang yang masih peduli pada  nasibnya dan Safirah.
Hamsiah berharap, doa dan  perawatan medis rumah sakit serta semua yang berdoa untuk Safirah, anak  semata wayangnya kembali sehat dan tidak ada kejadian aneh lagi. Meski  tidak tahu apa yang menimpa putrinya, ia tetap manaruh harapan agar  kejadian yang sama tidak terulang lagi.
“Cukup satu kali ini saja,  semoga selanjutnya tidak ada kejadian aneh lagi. Meskipun pengobatan  Safirah ini gratis namun tetap saja saya orang tidak punya. Pekerjaan  pun tidak ada. Semenjak masih kanak-kanak saya hanya menggantungkan  hidup pada  ayah saya yang pedagang obat keliling di pasar,” tuturnya  sembari menyeka air matanya.
Inilah  alasan mengapa Hamsiah memilih tidak menghubungi ayahnya (kakek  Safirah) di Kabupaten Soppeng. Ia tidak mau menambah beban ayahnya yang  pastinya akan meninggalkan usahanya dan ke Parepare menjenguk cucunya.
“Kalau  ayah saya ke sini tentu menambah ongkos lagi. Lagian saya juga tidak  tahu bagaimana cara menghubunginya karena kami berdua tidak punya  handphone,” katanya.
Sementara kondisi Safirah  sendiri sejak keluar dari ruang operasi,  sempat mendapat bantuan  pernapasan melalui tabung oksigen yang kira-kira tingginya sekira 150  cm. Ada juga kateter tempat ia buang air kecil  serta selang infus untuk  opname. Hebatnya, tidak ada yang berubah dari Safirah.
Setelah kesadarannya  pulih  secara berangsur-angsur, Safirah hanya memandang sekitarnya. Tidak  sekalipun ia mengeluarkan suara rengekan atau tangis kesakitan. Hanya  sedikit manja,  ia meminta ibunya menggendongnya. Namun setelah diberi  pengertian bahwa ia belum bisa digendong, bocah ini kembali bungkam dan  tidur lagi.
Rabu, 2 Oktober pukul  10.30 Wita ketika JPNN kembali menjenguk kondisinya, Safirah yang  menggunakan sarung berwarna hijau kombinasi merah tampak tertidur pulas.  Berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya tidak diperdulikannya.  Polos dan tenang, begitulah yang tergambar dari mimik wajahnya.
Menurut dokter Muslimin Ali yang  mengobservasi kondisinya, Safirah kini dalam keadaan stabil.  Tanda-tanda vital normal dan sudah melewati masa kritis. “Dari pantauan   suhu tubuh, tensi, nadi, dan pernapasannya, semua baik. Meski agak  panas tapi masih terbilang normal. Besok kemungkinannya sudah masuk  kamar inap lagi,” tutur muslimin.
Terpisah,  tim dokter yang menangani operasi Safirah yang diwakili dokter  Nurdin  Samad selaku ketua tim,  dan Kamaruddin Said spesialis bedah masih heran  atas kejadian aneh yang menimpah bocah tiga tahun itu.
Sekalipun secara medis dipercaya  paku-pakuan tersebut benda asing yang dimasukkan, tetapi mereka masih  mempertanyakan proses masuknya yang bisa dibilang tidak dijangkau nalar  dan logika. “Logikanya, benda dimasukkan dari luar. Tetapi tidak mungkin  juga karena jika itu terjadi maka pasti si anak ini kesakitan kecuali  kalau dibius,” ungkap Nurdin, dokter spesialis penyakit dalam ini.
Sedangkan mengenai kondisi  Safirah pasca operasi, Nurdin meyakinkan semuanya terkendali. Hanya saja  perlu dijaga dan disterilkan. Ia juga menambahkan semua pembiayaan  Safirah ditanggung Pemerintah Kota Parepare. Bahkan, kata dia, provinsi  pun bersedia mambantu pembiayaannya.
about Cyber Information  http://aboutcyberinformation.blogspot.com/ 
 
0 komentar:
Silahkan Tinggalkan Komentar anda disini